Ijinkan saya menyampaikan fakta tentang peradilan kita pasca reformasi. Jangan percaya KPK dan antek-anteknya soal keadaan pengadilan kita karena memang niatnya dihancurkan citranya.
Penghancuran citra pengadilan adalah bisnis antek-antek yang menyebut diri pejuang anti korupsi.
Soal kepercayaan terhadap pengadilan dapat dilihat dari parameter negara hukum.
Ada tiga parameter tercapainya negara hukum: pertama, menghindari anarki. Ini menonjol di Indonesia.
Secara umum anarki di Indonesia relatif kecil dibandingkan skala geografis negara RI dengan penduduk yang beragam.
Bangsa kita telah
belajar hukum sebelum ada negara bahkan bangsa kita percaya hukum yang abstrak.
Bulan-bulan lalu, kita
menyaksikan demonstrasi besar seperti aksi 212 yang dihadiri jutaan manusia
tidak ada anarki.
Parameter kedua menuju negara hukum: ada jaminan warga untuk merencanakan aktivitas hidup sehari-hari. Ini juga jelas.
Di sini, secara umum warga masih bisa bekerja, sekolah, rekreasi tanpa rasa takut.
Dan parameter ke-3 adalah warga lebih mengutamakan proses hukum daripada jalan kekerasan.
Saking percaya hukum, setiap tahun ada 13 ribu perkara di MA, sengketa pilkada juga diselesaikan lewat MK, dan lain seterusnya.
Jadi secara umum publik percaya pada sistem hukum/yudisial kita sebagaimana hasil survei OECD.
Perhatikan peringkat Indonesia.
Lihat IDN dengan skala 70 (2016) dan 40 (2006) sebanding dengan Australia, NZL, Jerman dan lain-lain.
Kepercayaan publik terhadap peradilan di Indonesia sudah sangat tinggi. Lalu pengkhianat dan antek-anteknya mau merusak.
Secara institusional pengadilan sudah sangat independen dari pengaruh eksekutif/legislatif sesuai dengan amanat reformasi.
Reformasi pengadilan lalu diarahkan pada penguatan integritas dan akuntabilitas hakim/peradilan.
Untuk itu penegakan etik menjadi utama dibandingkan dengan penindakan.
Dan sesuai dengan UN CAC 2003 pencegahan judicial corruption melalui kode etik pun sangat diutamakan (Bab II). Dalam amandemen UUD 1945, Kehadiran KY adalah dalam rangka pencegahan terhadap judicial corruption tersebut. (RB/yopi)
*Oleh Fahri Hamzah, penulis adalah Wakil Ketua DPR RI. Tulisan ini diambil dari akun Instagram pribadi @fahrihamzah, (9/10/2017)
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…