NEGARA Indonesia adalah negara hukum, begitulah bunyi pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen ketiga. Pasal 1 ayat (3) ini dibuat untuk mempertegas status negara Indonesia sebagai negara hukum.
Berdasarkan pasal ini, maka seluruh tindakan harus berlandaskan, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dapat kita lihat bersama bagaimana penegakan hukum di indonesia saat ini.
Ketika orang-orang dari kalangan lemah yang diduga melakukan tindakan melawan hukum, maka dengan sekejap perkara tersebut dapat terselesaikan, akan tetapi bagaimana ketika orang-orang besar ( orang yang memiliki jabatan tertentu ) yang diduga melakukan tindakan melawan hukum?
Tentu tidak mungkin seorang pejabat dihukum karena mencopet, mencuri, ataupun menipu. Akan tetapi tindakan melawan hukum yang sering terjadi di kalangan pejabat adalah korupsi, gratifikasi, penggelapan, dan pencucian uang.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sudah banyak pejabat yang terjerat kasus korupsi, baik di tingkat pusat, daerah, bahkan di tingkat desa.
Akan tetapi tidaklah mudah untuk menyelesaikan kasus korupsi yang menimpa para pejabat ini. Mungkin ketika terjadi Operasi Tangkap Tangan ( OTT ) bisa langsung ditetapkan tersangka beserta barang buktinya, akan tetapi akan berbeda halnya ketika terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak, seperti yang belakangan ini hangat dibincangkan, yaitu mega korupsi proyek KTP Elektronik yang menjerat banyak pihak, baik dari pihak swasta maupun dari pejabat.
Salah satu hal yang menarik adalah ketika ketua DPR RI, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penetapan status tersangka ini bukanlah dalam waktu yang sekejap, akan tetapi butuh proses pemeriksaan yang panjang sehingga dapat ditetapkan siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Akan tetapi dengan mudahnya status tersangka terhadap ketua DPR RI itu dicabut berdasarkan hasil putusan praperadilan oleh hakim Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta pada hari Jum'at tanggal 29 September 2017.
Pada hari Jum'at tanggal 10 Nopember 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi E-KTP. Akan tetapi Setya Novanto menghilang.
Dari peristiwa ini dapat kita lihat bagaimana rumitnya menegakkan hukum ketika kasus tersebut menjerat pejabat.
Seharusnya semua orang harus taat terhadap hukum, karena semua orang sama di mata hukum, artinya hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Jangan sampai hukum di negara kita ini seperi sarang laba-laba.
Jika kita lihat sarang laba-laba, nyamuk yang kecil dapat terjerat olehnya, akan tetapi kumbang yang besar tidak bisa terjerat oleh sarang laba-laba tersebut.
Maka jangan sampai hukum kita seperti sarang laba-laba yang hanya mampu menjerat orang-orang kecil yang lemah, akan tetapi orang-orang besar yang memiliki jabatan bisa lolos dari jeratan hukum.
Tegakkanlah hukum seadil-adilnya, mudah-mudahan dengan ditegakkannya hukum secara adil, kejahatan dapat berkurang di negara kita ini. Amin yaa rabbal 'alamin.
Tentang penulis :
Hamidum Majid
Lahir di Desa Balam Jaya ( Kampar ), 20 september 1996. Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Islamic Center A-Hidayah Kampar Timur ( tamat tahun 2014 ), saat ini penulis sedang kuliah di Jurusan Hukum Tata Negara ( Siyasah ) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SUSKA RIAU.
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…