RIAUBOOK.COM - Aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Riau Bersatu Lawan Korupsi (Alamak) berlanjut dari Mapolda ke Kantor Kejaksaan Tinggi Riau di Jalan Arifin Achmad Pekanbaru, Selasa (18/9/2018) siang.
Dalam demonstrasi itu, puluhan mahasiswa mengorasikan tuntutan yang sama.
"Kami minta pihak kejaksaan juga jangan berlama-lama untuk memeriksa berkas perkara korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) senilai Rp3,4 miliar yang melibatkan Wabup Bengkalis," kata koordinator lapangan dalam aksi tersebut, Ricky dalam orasinya.
Massa membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan keadilan dalam penegakkan hukum, termasuk pada kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan para pejabat di Provinsi Riau.
"Kasus ini sudah terhembus sejak 2013, dan kami minta segera dituntaskan, hukum dan tangkap pelakunya," kata dia.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan yang menemui massa unjuk rasa mengatakan, pihaknya akan segera menindaklanjuti berkas perkara yang sudah lengkap (P21) dari kepolisian.
"Memang tidak ada ketentuan soal waktu penyelesaian berkas perkara, tapi kalau sudah lengkap pasti akan segera dilimpahkan ke pengadilan," katanya.
Wabup Terlapor Utama
Sebelumnya, dalam perkara ini penyidik Ditrekrimsus Polda Riau telah menetapkan dua orang tersangka. Dia adalah Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku PPK.
Untuk diketahui, dugaan korupsi yang berawal dari laporan sebuah lembaga swadaya masyarakat ini sudah berulang kali diberitakan.
Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000, proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut.
Muhammad yang sekarang menjabat Wakil Bupati Bengkalis itu, dilaporkan oleh LSM dimaksud sebagai terlapor utama.
Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja, Edi Mufti BE selaku PPK, dan Ir SF Hariyanto MT, mantan Kadis PU Riau, dan tujuh nama lain sebagai orang yang bertanggungjawab dalam dugaan korupsi ini.
‎Dalam kontrak pada Rencana Anggaran Belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
‎Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dan lebih tragisnya lagi, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.‎
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta.
Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
Dalam kasus ini, juga diduga adanya peran SF Hariyanto selaku Pengguna Anggaran, telah lalai menjalankan tupoksinya. Bahkan dari banyak informasi, SF Hariyanto diduga melakukan intervensi dan memaksakan perusahaan pemenang yang berlamat di Jalan M Nawi Harahap No. 151 Medan, Sumatera Utara.
Hasil penelusuran di lapangan pada September 2014, alamat perusahaan tersebut seperti tertera di kop surat, diduga alamat perusahaan tersebut fiktif. (RB/Dwi)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…