RIAUBOOK.COM - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah Provinsi Riau menyatakan daerah setempat membutuhkan sumber pertumbuha ekonomi baru agar tahun depan bisa lebah survive.
"Kedepan kita membutuhkan dan mampu menumbuhkan sumber ekonomi baru untuk bertahan, jangan hanya mengandalkan sumber utama dari sawit serta migas," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Siti Astiyah pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia yang digelar BI Riau, di Pekanbaru, Selasa (18/12/2018).
Pada acara tersebut BI menghadirkan
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani dan pembicara lainnya.
Siti menjelaskan Riau memiliki potensi sumber pertumbuhan dari maritim dan hasil laut. Ditopang dengan hampir duapertiga wilayahnya dikelilingi laut. Ikan yang berdiam di dalamnya bisa jadi bahan produksi ekspor.
"Ikan Riau bisa dieksplor untuk menjadi nilai jual dimana Riau menjadi eksportir ikan serta pemain lokal," tutur Siti.
Selain itu pariwisata dan budaya Riau juga bisa jadi sumber pertumbuhan baru di masa datang.
" Budaya Melayu yang kaya dipadukan alam dan kulinernya bisa jadi daya tarik," imbuh Siti.
Dengan demikian sambung Siti ekonomi Riau yang pada triwulan III tahun 2018 tumbuh sebesar 2,98 persen dengan Migas akan bisa terdongkrak lagi bersama pertumbuhan sumber baru.
"Sebab saat ingin di luar Migas Riau tumbuh 4,77 persen. Sebenarnya ekonomi Riau tumbuh tinggi, akan tetapi akibat Migas memang jadi ada kontraksi," tegas Siti.
Sementara itu Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani memandang penghalang lain dalam pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah dimana Pemerintah daerah khususnya di Riau diminta untuk tidak membuat banyak peraturan daerah (Perda) yang bisa menghambat iklim investasi yang berdampak para akirnya kepada pertumbuhan ekonomi.
Aviliani menyebut banyak peraturan daerah di Indonesia yang memang justru membuat iklim ekonomi ataupun investasi menjadi makin sulit.
"Harusnya keberadaan Perda itu memudahkan orang berusaha, berinvestasi dan membuat pelaku usaha nyaman," ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini ekonomi itu begitu fleksibel, justru dengan banyaknya Perda malah dibikin susah.
"Makanya saya ingatkan Pemda jangan sering-sering bikin Perda," imbaunya.
Lanjut dia sebagian besar pemerintah daerah, kata dia, beranggapan fokus utama kebijakannya adalah menciptakan dan meningkatkan pendapatan asli daerah agar bisa membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Karena itu, banyak pemerintah daerah yang kemudian membuat Perda tentang berbagai pungutan dan retribusi.
"Akumulasi dari berbagai pungutan dan retribusi di sebuah yang tinggi, menyebabkan investor enggan menanamkan investasinya di daerah tersebut," pungkasnya.
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…