RIAUBOOK.COM - Seperti biasanya, Abdul Khalid Pasaribu memulai aktivitas sebagai mandor di Afdeling I, Kebun Inti Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Riau.
Dia bertugas mengawasi para pekerja lapangan pada hamparan perkebunan sawit yang memasuki usia tua dan tengah tahap penumbangan (replanting).
Pagi itu, 2 Juli 2016, selesai apel pagi pengaturan kerja, Abdul mendapat perintah dari Papam Syahril untuk mengambil buah dari batang sawit yang telah ditumbang.
Kegiatan itu sesungguhnya ilegal, namun Abdul tetap melaksanakan perintah tersebut karena seorang atasan, Rony Despar, selaku Asisten Afdeling I mengetahui dan membiarkan tindakan tersebut.
"Semuanya mengetahui, bahkan buah hasil panen dari kebun yang direplanting itu diangkut ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menggunakan angkutan milik Koperasi Karyawan (KopKar) Kebun Sei Pagar," kata Abdul.
Ketika itu, pengiriman tersebut dilakukan oleh Hendro Pane selaku pengelola KopKar.
Truk KopKar tersebut mengangkut buah hasil panen dari kebun replanting sebanyak 8 ton, dan bertindak sebagai sopir angkutan buah tersebut adalah Lukman.
Kemudian setelah dijual, sebagian uang hasil penjualan diserahkan oleh Hendro senilai Rp9.100.000 untuk dibagikan ke sejumlah pemanen.
Ada 21 orang yang menerima hasil penjualan buah dari sawit replanting itu, termasuk Papam Syahril dan Asisten Rony Despar yang meneriba bagian paling besar, masing-masing Rp1 juta.
"Sementara saya menerima senilai Rp800 ribu, selebihnya untuk pekerja pemanen pembagian beragam mulai Rp300 ribu hinga Rp450 ribu," kata Abdul.
Daftar penerima uang hasil panen buah replanting:
Jebakan
Abdul tidak menyangka, perbuatan nakal berjemaah yang dilakukannya bersama puluhan rekan lainnya berbuah malapetaka.
Hanya karena uang senilai Rp800 ribu yang dia terima itu, Abdul harus menerima sanksi berat berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan.
"Ini seperti jebakan, saya dipaksa untuk menandatangani surat pengunduran diri yang sesungguhnya itu adalah PHK sepihak dari perusahaan," kata Abdul dengan lusu.
Abdul tidak di PHK sendirian, empat rekan lainnya yakni Rahmadi Sinaga, Ramat Saragih, Sumarsono dan Agus Hariyono Saragih juga menerima nasib yang sama.
"Kami semua dipaksa untuk menandatangani surat pengunduran diri dengan ancaman jika tidak brsedia akan dilaporkan ke aparat kepolisian," kata Ramat menambahkan.
Malam itu, 20 Maret 2019, setelah tiga tahun pascakejadian, Abdul datang bersama dua rekannya yang mengalami nasib sama. Selain Ramat juga datang Rahmadi Sinaga.
Ketiganya mengadukan ketidakadilan perusahaan tempat mereka bekerja selama puluhan tahun.
"Ada puluhan pelaku dalam kasus pengambilan buah replanting itu, tapi yang di PHK juga berlima termasuk kami. Sementara Asisten dan belasan karyawan lainnya hanya diberikan sanksi penurunan golongan dan pemindahan tugas kerja," kata Rahmadi menambahkan.
Yang mengherankan, lanjut dia, tidak lama setelah pemecatan, posisi mandor 1 yang tadinya diduduki oleh Abdul, diambil alih oleh Ketua SPBun Sei Pagar.
Pihak Serikat Pekerja (SP) yang harusnya melindungi, demikian Abdul, malah justru mengambil kesempatan dalam kesulitan yang dihadapi anggota SPBun.
"Sudah tidak ada lagi keadilan dari perusahaan, yang ada hanya nepotisme kejam tanpa mempertimbangkan dampak dari PHK yang mereka lakukan," dia menambahkan.
Setelah 29 Tahun
Abdul mengisahkan, bahwa dirinya bukanlah orang baru di PTPN V Sei Pagar. Selama 29 tahun dirinya sudah mengabdi di perusahaan BUMN tersebut.
"Saya adalah salah satu karyawan perintis di PTPN V, mulai dari penanaman pohon pertama, hingga penumbangan sekarang. Tidak ada penghargaan dari perusahaan selain zalim atas tindakan yang tak seberapa," katanya.
Jika dirincikan, setelah 29 tahun bekerja dan telah menempati golongan akhir sebagai karyawan, Abdul seharusnya sudah menerima tunjangan pensiun hingga lebih Rp300 juta.
"Namun kemarin perusahaan justru menawarkan uang senilai Rp40 juta dengan syarat saya harus membuat surat pengunduran diri secara sah sebagai pelengkap PHK sepihak yang mereka lakukan. Sementara rekan lainnya yang berbuat sama, justru masih bekerja di perusahaan dan tidak di PHK," kata Abdul.
Bersambung...
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…