RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Tangisan mendalam bagi Indonesia, sang Ibu berpulang, dialah Ani Yudhoyono, mantan Ibu Negara anak dari Jenderal (Purn) Sarwo Edhie, Danjen Kopassus yang dulu pernah membongkar kasus penculikan para jenderal tahun 1965.
Ibu Ani Yudhoyono telah pergi ke Rahmatullah di rumah sakit National University Hospital di Singapura.
Dibalik nama besar Ibu Ani Yudhoyono ternyata dirinya juga adalah putri dari sosok pejuang tanggung dan ternama dalam sejarah militer Indonesia.
Dialah, Sarwo Edhie Wibowo, Komandan Kopassus melegenda karena berhasil menguak penculikan para jenderal pada 1965.
Jenderal yang juga mertua Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY ini menjadi tokoh penting dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Namun, di tengah kariernya yang moncer sebagai komandan Kopassus yang dulu bernama RPKAD, Sarwo Edhie Wibowo justru harus menelan kenyataan pahit.
Sahabat dekat yang dihormatinya, Jenderal Ahmad Yani adalah satu di antara jenderal lain yang jadi korban dalam penculikan itu.
Saat diketahui para jenderal diculik, Sarwo Edhie Wibowo pun bergegas ke Bandara Halim Perdanakusuma.
Ia ke sana atas perintah Soeharto yang saat itu menjadi Pangkostrad, pada 1 Oktober 1965 dini hari.
Sarwo Edhie Wibowo sengaja membawa pasukannya untuk mencegah adanya korban.
Ia memecah pasukannya menjadi dua bagian.
Komandan Kopassus Sarwo Edhie Wibowo, ayah Ani Yudhoyono yang juga mertua Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
Pertama, pasukan yang bergerak dari Timur dilengkapi satu kompi panser.
Kedua, pasukan Rider dilengkapi 22 tank yang bergerak dari arah Cawang.
Dilansir Tribunjabar.id dari artikel yang ditulis Lili di majalah Hai yang kemudian dimuat Intisari Online, saat pasukan elite Kopassus tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, mereka menyerbu secara tergesa-gesa.
Hal ini disebabkan sinar mentari yang mulai muncul.
Terjadilah baku tembak antara Kopassus dengan orang yang berpihak pada Gerakan 30 September 1965.
Akhirnya, Bandara Halim Perdanakusuma pun berhasil diduduki pasukan Sarwo Edhie Wibowo.
Namun, ia belum mendapatkan informasi terkait keberadaan para jenderal yang diculik.
Tak lama kabar penculikan para jenderal pun datang dari seorang intel yang merupakan anggota kepolisian, Sukitman.
Sukitman sengaja datang ke rumah Sarwo Edhie Wibowo untuk membocorkan keberadaan para jenderal.
Rupanya, sang intel sempat ditahan di Bandara Halim Perdanakusuma oleh orang-orang Gerakan 30 September 1965.
Kepada Sarwo Edhie Wibowo, ia mengaku ditangkap karena dianggap berbahaya.
Saat pasukan Kopassus dan lawannya saling menyerang, Sukitman pun diam-diam melarikan diri.
Kemudian, ia menceritakan melihat pria yang matanya ditutup.
Pria itu diduga salah satu dari jenderal yang diculik.
Saat pria itu diseret ke samping sebuah rumah yang berada di Lubang Buaya.
Kemudian, ia mendengar suara tembakan, sekaligus sorak sorai orang-orang di sana.
Mendengar pengakuan tersebut, Sarwo Edhie Wibowo pun tak tinggal diam.
Ia bergegas membawa pasukannya ke Lubang Buaya.
Namun, kondisi di sana sulit dilacak karena lubang yang menjadi sasaran pencarian sudah rata.
Pasukan Kopassus pun tak gentar, ia tetap berusaha mencari para jenderal.
Para warga di sekitar pun turut membantu mencari keberadaan para jenderal di area pohon karet Lubang Buaya.
Anggota Kopassus pun menggunakan teknik bayonet yang dilakukan seperti mencari ranjau.
Setelah itu, diketahui ada bagian tanah yang terasa empuk.
Lalu, mereka bersama warga menggali menggunakan tangan.
Dari galian tanah itu tampak tali kuning juga dedaunan yang masih hijau.
Malamnya, penggalian pun berhenti setelah ditemukan jasad para jenderal di balik lubang yang digali itu.
Setelah berhasil menguak penculikan para jenderal, Sarwo Edhie Wibowo pun bertanggung jawab terhadap perintah penumpasan PKI.
Kala itu, PKI disebut menjadi dalang dari penculikan para jenderal.
Diolah Tribun Jabar dari berbagai sumber, setelah bergelut menjadi komandan Kopassus, Sarwo Edhie sempat nyaris berhenti dari militer.
Ia tiba-tiba ditugaskan menjadi seorang duta besar di Rusia.
Hal ini membuat ayah Ani Yudhoyono itu terlihat murung karena harus melepas jubah lorengnya.
Namun, impian buruk itu tak terjadi. Ia kemudian dimutasi ke kawasan yang sedang berkonflik, Irian Barat menjadi seorang Pangdam.
Keahlian Sarwo Edhie Wibowo memang tak bisa diragukan lagi.
Sejak kecil, ia yang berasal dari Purworejo, Jawa Tengah sudah belajar bela diri, silat.
Kemudian, Sarwo Edhie Wibowo pun tertarik masuk menjadi parajurit bentukan Jepang, PETA.
Namun, ia merasa tak tahan dan kecewa.
Hal ini disebabkan tugasnya di sana yang justru hanya latihan menggunakan senjata kayu.
Selain itu, ia kerap ditugaskan memotong rumput, membuat tempat tidur untuk pasukan Jepang, dan membersihkan toilet.
Akhirnya, Sarwo Edhie Wibowo pun bergabung dengan BKR.
Dari sana pula, Sarwo Edhie Wibowo semakin semangat menjadi tentara atas dukungan sahabatnya, Jenderal Ahmad Yani.
Sumber tribunnews
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…