RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Denny Indrayana kembali angkat suara soal polemik Maruf Amin yang merupakan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah.
Menjadi pengawas dua bank yang ada di bawah BUMN, posisi Maruf Amin sebagai pejabat BUMN atau bukan kini dipersoalkan.
Bahkan persoalan ini turut diangkat BPN Prabowo Sandi ke Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Agung.
Muncul berbagai pro dan kontra atas status jabatan Ma'ruf Amin di kedua Bank Syariah tersebut.
Saat menjadi narasumber di program acara Kabar Petang TvOne, Denny Indrayana menjelaskan, alat bukti soal jabatan di BUMN melalui PP No 72 Tahun 2016 itu telah disampaikan dalam tanggapan akhirnya di sidang MK, pada Rabu (25/6/2019).
"Ini PP juga yang dibuat dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Jadi memang Presiden sendiri telah menetapkan bahwa anak usaha BUMN itu termasuk BUMN," papar Denny Indrayana.
Dalam kesempatan tersebut, Denny Indrayana mengatakan apabila bicara mengenai pejabat, maka berdasarkan UU Syariah itu berisikan jabatan dewan pengawas yang merupakan hal tetap.
"Jadi kalau merupakan hal tetap pasti kaitannya dengan pejabat atau karyawan," ucap Denny.
"Kemarin pas kesaksian Said Didu ditegaskan setelah berkonsultasi dengan KPK, pejabat BUMN itu terdiri dari direksi, komisaris, dewan pengawas di BUMN dan anak usaha BUMN," jelas Denny Indrayana.
Denny Indrayana menyatakan, polemik kedudukan Ma'ruf Amin sebenarnya telah jelas berdasarkan aturan tersebut.
"Jadi saya pikir clear itu mesti memang PP itu tak disebutkan tapi berdasarkan UU Pemilu itu berkaitan dengan dewan pengawas dan juga berkaitan dengan aturan Bank Syariah tadi," ucap Denny Indrayana.
Adapun Denny Indrayana menguraikan alasannya mengapa tak menghadirkan saksi atau ahli untuk menjelaskan PP No 72 tersebut di sidang Sengketa Pilpres 2019.
"Ahlinya cuman ada dua sehingga kita fokus dengan keterkaitan dengan DPT yang bermasalahan sedangkan saksinya kita dedikasikan Pak Said Didu karena paling paham masalahnya," ucap Denny
"Jangan juga kita hanya bicara PP No 72, di luar PP ini kita harus melihat bukan hanya UU BUMN dan Perseroan Terbatas karena itu pendekatan yang korporatis," jelas Denny Indrayana.
Denny menilai, seharusnya berbagai pihak melihatnya berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Keuangan Negara sehingga masyarakat masuk ke dalam semangat anti korupsi.
"Terkait PP BUMN ini kita bisa melihat putusan MK mengenai keuangan negara, bahkan putusan terakhir MK memutuskan dana pensiun karyawan Pertamina itu BUMN," ucap Denny.
"Pensiun saja dimasukkan ke BUMN jadi saya pikir sudah ada berbagai keputusan MA dan MK yang semuanya menguatkan," ungkap Denny Indrayana.
Tak hanya itu, Denny Indrayana juga menyebut keputusan KPU melarang caleg maju karena masih berstatus sebagai karyawan anak BUMN.
" Bayangkan menjadi karyawan saja tak memenuhi syarat, kenapa jadi dewan pengawas tetap memenuhi syarat? Ini kan diskriminatif dan tak konsisten," imbuh Denny Indrayana.
Diketahui, sebelumnya, tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta MK mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pilpres.
Menurut Tim Hukum Prabowo-Sandiaga terdapat cacat formil persyaratan Maruf Amin saat mendaftar sebagai calon wakil presiden.
Maruf Amin yang merupakan calon wakil presiden nomor urut 01 disebut belum mengundurkan diri dari jabatannya di BUMN.
Untuk diketahui, Maruf Amin sejauh ini masih tercatat di dalam situs resmi sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di dua bank BUMN, yakni Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.
MK punya waktu selama 14 hari untuk menangani permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan.
Setelah meregistrasi perkara pada hari Selasa (11/6/2019) ini, pihak MK mengirimkan salinan berkas permohonan kepada pihak termohon, yaitu KPU RI; dan pihak terkait, tim hukum pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Maruf Amin.
Kemudian pada 14 Juni 2019, MK akan memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa ke tahapan persidangan dengan mempertimbangkan permohonan beserta barang bukti yang diajukan. Agenda ini dikenal dengan sidang pendahuluan.
Selanjutnya pada 17 hingga 21 Juni 2019 MK akan melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan pembuktian. Pada 24 sampai 27 Juni 2019 diagendakan sidang terakhir dan rapat musyawarah hakim.
Secara resmi, MK membacakan sidang putusan pilpres pada 27 Juni 2019.
Sumber tribunnews
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…