RIAUBOOK.COM - Untuk diketahui, pandemi merupakan sejarah mengerikan dalam kehidupan umat manusia mirip seperti virus corona.
Beberapa pandemi mematikan bahkan pernah nyaris memusnahkan umat manusia.
Salah satu kasus besar yang tercatat dalam sejarah adalah pandemi flu Spanyol pada 1918 dan baru berakhir pada 1920.
Akibat dari penyakit mengerikan ini, sekitar 50 hingga 100 juta nyawa manusia harus melayang, yang setara dengan 3%-5% dari populasi dunia waktu itu.
Bahkan penyakit tersebut membuat semua orang pada saat itu berpikir bahwa manusia telah diambang kepunahan.
September 1918, saat Perang Dunia I akan berakhir, tepatnya pada 11/9/1918 di Manchester Inggris, orang-orang menyambut Perdana Menteru Lloyd George di Albert Square.
Para warga bahagia dengan kemenangan sekutu yang dikirim.
Namun, Perdana Menteri Inggris tiba-tiba mengalami sakit tenggorokan, demam tinggi, dan hilang kesadaran.
Selama 10 hari berikutnya, PM Lloyd George diisolasi di kamar rumah sakit di Manchester.
Kala itu perawat mengangkut pasien pandemi flu Spanyol.
Sang Perdana Menteri tidak bisa berjalan, dan harus memakai tabung pernapasan.
Namun, dia beruntung selamat dari perawatan karena pada saat yang sama 150 orang di Kota Manchester meninggal hanya dalam waktu satu minggu.
Mei 1918, ketika Raja Alfonso XIII dari Spanyol terinfeksi virus ini semua orang masih menganggapnya sebagai flu biasa.
Mereka hanya menyarankannya untuk berkumur air garam dan mengkarantina diri sampai demam tersebut berakhir.
Tidak ada yang membayangkan bahwa dalam 2 tahun flu ini menginfeksi 1/3 populasi dunia, dan menewaskan 50-100 juta jiwa atau setara dengan 3%-5% penduduk dunia.
Jumlahnya 3-5 kali lipat jumlah tentara yang tewas selama Perang Dunia I.
Di AS, 28% populasi penduduknya terinfeksi dan 675.000 jiwa meninggal.
Banyak suku asli Amerika yang terpengaruh oleh virus ini dan musnah karenanya, seperti Inuit dan Alaska yang benar-benar habis.
Sementara itu, 50.000 warga Kanada meninggal, 300.000 orang Brasil juga meninggal termasuk presidennya kala itu Coleues Alves.
Di Inggris 250.000 orang meninggal, sementara Prancis lebih dari 400.000 jiwa, di Jepang 300.000 orang orang meninggal dan di Indonesia 1.5 juta.
Sedangkan di India mungkin terbanyak karena sebanyak 17 juta orang meninggal, akibat flu Spanyol tersebut.
Pada 1919 ketika antibiotik dan vaksin belum lahir, banyak yang percaya bahwa flu Spanyol akan menhancurkan umat manusia.
Flu ini memiliki tingkat infeksi yang sangat tinggi, rata-rata korban yang meninggal berusia 20-40 tahun.
Penyakit ini menyebabkan pendarahan di hidung, lambung dan usus, kemudian pendarahan dan efusi pleura menyebabkan pasien tenggelam oleh cairan tubuh mereka sendiri.
Pada 2007, para ilmuwan menguji virus flu Spanyol pada monyet yang menunjukkan gejala khas pandemi 1918.
Monyet ini mati karena badai sitokin (sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan).
Memantul dari invasi virus, memproduksi terlalu banyak sel darah putih dan sitokin untuk membunuh virus.
Sel darah putih ini menyerang sel sehat dan membunuh yang sakit.
Itu sebabnya orang yang berusia berusia 20-an dan 40-an yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang sehat lebih mungkin meninggal karena penyakit ini.
sumber tribun
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…