Millenial ini, perkembangan teknologi, sains dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Di Universitas, Lembaga Penelitian, dan Komunitas Mandiri (swasta). Perkembangan teknologi, sains, dan ilmu pengetahuan sangat membantu Manusia dalam kehidupannya.
Di sisi lain, ada ruang yang luput dari perhatian, itulah ruang-ruang batin, tempat bersemayamnya Adab, kepribadian, karakter, emosional dan religiusitas manusia.
Perkembangan Teknologi, Sains dan Ilmu pengetahuan harusnya berbanding lurus dengan Adab Manusia. Orang yang berilmu, ahlul ilmi disebut juga Alim. Adab adalah parameter utama dari kedalaman ilmu seorang Alim.
Tragedi memilukan sekaligus memalukan dari sekelompok ahlul ilmi alias Mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi negeri di Riau tadi malam menambah deretan panjang bukti dari bobroknya wajah pendidikan kita, ironi sekali, mengingat tawuran itu dilakukan oleh kakak tertua dari ahlul ilmi, mereka adalah siswa yang maha. Lucunya, tawuran itu di pancing oleh hal-hal sepele, moment selebrasi Wisuda Sarjana yang terlampau bahagia mengusik daun telinga tetangga.
Saya bukan hakim yang berhak memutuskan siapa benar dan siapa salah, saya hanya berharap kawan-kawan mahasiswa mengingat muara dari jalan yang kita tempuhi sekarang, yakni Adab, mampu mengontrol emosi satu diantaranya. Ah, toh kalah jadi abu menang jadi arang!
Lalu muncul pertanyaan. Apa dan Siapa yang salah dari lahirnya oknum Mahasiswa seperti ini? Sistem, Orang Tua, ataukah Guru/Dosen.
Izinkan Saya berpendapat secara subjektif experience, dengan memohon maaf terlebih dahulu kepada orang tua dan guru-guru sekalian.
Pertama, Sistem
Sistem SKS terhadap komponen mata kuliah pengembangan kepribadian, dan kehidupan bermasyarakat yang rata-rata hanya 2 sks dirasa tidaklah cukup, biasanya mahasiswa yang peka akan mencari guru atau pun memasuki Halaqah diluar kampus. Dosen yang sering telat, memadatkan 2,3 pertemuan menjadi satu waktu, mengganti tatap muka dengan lembaran tugas makalah, standar penilaian dari kertas pilihan ganda dan esai tanpa memperhatikan implementasi keilmuan dilapangan, menjadi PR yang mesti dikaji dan diuji kembali.
Orang Tua
Dari Keilmuan saya sebagai Mahasiswa Psikologi, orang tua hendaklah memperhatikan, dan mendidik anak di masa golden age, dengan perhatian 100 persen. Dimasa inilah penanaman nilai pertama kali dibentuk.
Guru/Dosen
Saya hanya hendak menyampaikan bahwa, Kampus yang megah penting, tapi pelajaran lebih penting, pelajaran penting, tapi guru lebih penting, guru penting, namun ruh seorang guru jauh lebih penting.
Demikianlah, semoga ada kabar baik kedepannya. (RB/yp)
*Oleh Hanif Muis Mahmud, penulis adalah mahasiswa Psikologi UIN Susqa Riau juga Mantan Ketua umum HIMAPASBAR-RIAU periode 2014-2015. Tulisan ini dikutip langsung dari akun facebook pribadi milik Hanif Muis Mahmud, 6 jam yang lalu.
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…