RIAUBOOK.COM - Pemerintah terus menguatkan komitmennya dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang kini telah menjadi role model dan mendapat apresiasi dari negara-negara lain.
Peran pemerintah daerah baik dari tingkat provinsi maupun /kabupaten kota, dipandang menjadi kunci keberhasilan implementasi TPB/SDGs.
Dari 34 Provinsi, Riau merupakan satu dari 15 provinsi di Indonesia yang telah menyelesaikan Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB/SDGs dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, filantropi, media dan akademisi.
Daerah yang berjulukan "Bumi Melayu" ini menjadi provinsi pertama yang telah menetapkan RAD TPB/SDG, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan yang menjamin prinsip inklusivitas dalam perencanaan pelaksanaan pembangunan.
Melalui Peraturan Gubernur Riau Nomor 33 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah TPB/SDGs, Pemerintah Provinsi Riau menargetkan capaian pelaksanaan program-program daerah dengan pendekatan yang komprehensif, holistik, progresif, dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam kegiatan dialog bertajuk "Forum Komunikasi Daerah: Percepatan Implementasi TPB/SDGs dengan Kerja Sama Muti Pihak" yang digelar hari ini, Kamis (6/12/2018) di Hotel Premier, Pekanbaru, Pemerintah Provinsi Riau bersama Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Kementerian Kominfo dan Kantor Staf Presiden mencoba membangun sistem self-voluntary assesment sebagai bentuk komitmen pelaporan pencapaian TTPB/SDGs di kalangan pemangku kepentingan non pemerintah.
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu mengatakan, secara global ada17 goals (tujuan) yang harus dicapai dalam implementasi TPB/SDGs.
"Di masing-masing goal itu dibagi beberapa indikator- indikator, memang kalau dari seluruh target global itu sudah disusun dengan meta data, tapi kita juga memahami tidak semua target yang telah ditetapkan global itu bisa dilakukan di Indonesia, bahkan di nasional dan provinsi," kata Nur Rahayu kepada wartawan saat jumpa pers.
"Ada beberapa indikator yang bisa disesuaikan dengan kondisi daerah, kemudian ada yang bisa didekatkan dengan proaksi dan ada yang perlu dikembangkan lagi," tambahnya.
Wanita yang akrab disapa Yuke ini juga mengatakan, tujuan yang diinginkan dunia global, sebenarnya juga telah tertuang dalam rencana pembangunan nasional dan daerah, "memang kita masih memberikan ruang kepada daerah untuk melokalkan SDGs ini".
Sementara, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, Rahmad Rahim mengatakan, dari evaluasi yang dilakukan pihaknya terhadap RPJMD 2014-2016, hanya 12 persen indikator yang cocok dengan SDGs.
"Itu kita maklum karena ini berlangsung di tengah jalan, Alhamdulillah, sekarang ini kita bersamaan, Bappenas sudah membuat kajian teknokratik terhadap RPJMN 2019-2014 dan kita juga sudah membuat kajian RPJMD teknokratik 2019-2024, ini sudah kita dudukkan bersama dengan Bappenas," tuturnya.
Rahmad Rahim berharap, secara bertahap persentase kecocokan itu bisa bertambah hingga 75 persen, "paling tidak untuk 5 tahun ke depan, karena target akhir SDGs ini kan 2030".
Dirinya juga menerangkan, bahwa sangat diperlukan regulasi yang mengatur untuk penyelarasan pembangunan tersebut, terutama dalam pembiayaan.
"Karena RPJMN tidak pernah bicara dana dan RPJMD tidak pernah bicara yang di luar dari APBD, sementara untuk mengakselerasi 17 goals itu dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka kita mengharapkan peran swasta dan filantropi untuk mempercepat ini," ungkapnya.
Di lain pihak, Direktur Politik Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Internasional, Kantor Staf Presiden, Wisnu Utomo mengakui, dalam konteks Keterlibatan para pihak, terlebih dalam urusan pendanaan, memang diperlukan adanya sebuah rumusan.
"Apakah memungkinkan misalnya, seperti di beberapa negara, itu ada institusi untuk perdagangan berkelanjutan, ada unsur pemerintahnya, swasta, ada project management unitnya yang memang lebih lentur untuk perdagangan, jadi seperti semi pemerintahan, namun ini butuh perlindungan, jangan nanti tujuannya menyelesaikam persoalan tapi malah menambah soal," kata dia.
Menegaskan kewenangannya, Wisnu mengatakan, dalam hal ini pihaknya lebih condong untuk membantu masing-masing Kementerian dalam mewujudkan komitmen global.
"Kami berkepentingan, secara karakter pembawaan, presiden ingin komitmen global bisa dijalankan, jadi bukan seperti make-up belaka, dia mau konkrit kepada implementasi, jadi kami lebih membantu kementerian yang ada agar komitmen global bisa dilaksanakan," demikian Wisnu. (RB/Dwi)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…