RIAUBOOK.COM - Asep Ruhiat bersama partners selaku kuasa hukum PT. Peputra Supra Jaya (PSJ) mengajukan permohonan penundaan eksekusi lahan perusahaan tersebut usai kalah dalam putusan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
"Upaya permohonan penundaan eksekusi yang diajukan ke Polres Pelalawan itu cukup beralasan untuk menghindari kerugian dan masalah hukum yang lebih besar lagi," kata Asep lewat pesan elektronik yang diterima, Rabu (15/1/2020) malam.
Asep menjelaskan, bahwa terkait Surat Perintah Tugas yang dikeluarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Nomor : 096/PPLHK/082, Tanggal 10 Januari 2020 Tentang pelaksanaan Eksekusi Pidana Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087K/PID.SUS.LH/2018, maka team advokasi menyatakan keberatan.
Sebelumnya pada 7 Juni 2017, PT. PSJ didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Tindak Pidana Khusus No. 183/PID.SUS/2017/PN.PLW dengan dakwaan melakukan usaha perkebunan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 Jo. Pasal 47 Ayat 1 junto Pasal 113 Ayat 1 UU RI No. 39 T
tahun 2014 Tentang Perkebunan.
Kemudian pada tanggal 15 Februari 2018 perkara tersebut diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan yang menyatakan terdakwa PT. Peputra Supra Jaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum, membebaskan terdakwa PT. PSJ dari dakwaan Penuntut Umum, dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Terhadap putusan No. 183/PID.SUS/2017/PN.PLW tanggal 15 Februari 2018 tersebut, pada tanggal 21 Februari 2019 Jaksa Penuntut Umum menyatakan kasasi.
"Permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung dan menyatakan klien kami terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yakni melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu yang tidak memiliki ijin usaha perkebunan dan barang bukti nomor 315 selengkapnya sebagaimana tersebut dalam tuntutan pidana penuntut umum tanggal 11 Desember 2017, dirampas untuk dikembalikan kepada negara melalui Dinas Kehutanan Provinsi Riau cq PT. Nusa Wana Raya," kata Asep.
Kemudian, lanjut dia, Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan menerbitkan Berita Acara Pengembalian Barang Bukti tertanggal 16 Desember 2019.
"Kami menilai penerbitan Berita Acara Pengembalian Barang Bukti tersebut telah menyalahi aturan dan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 270 KUHAP," kata Asep.
Dia jabarkan, bahwa pasal 270 KUHP berbunyi; "Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya".
Sementara, lanjut dia, Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-002/A/JA/05/2017 Tanggal 19 Mei 2017 Pasal 1 Butir 13 menyatakan;
"Benda sita eksekusi adalah aset atau barang milik terpidana atau keluarga terpidana, aset terkait terpidana, termasuk kooporasi terkait pidana, yang disita oleh jaksa eksekutor atau jaksa pemilihan aset untuk dijual atau dilelang dalam rangka pelaksanaan putusan denda atau uang pengganti yang dibebankan kepada terpidana";
Keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-089/J.A/8/1988 Tanggal 05 Agustus 1988 Tentang Penyelesaian barang Rampasan.
"Jadi Berdasarkan ketentuan diatas, yang berwenang melaksanakan sita eksekusi terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 tersebut hanyalah Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pelalawan dan bukanlah Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau," kata dia.
Asep melanjutkan, pada tanggal 13 Desember 2019Â lalu, kliennya telah mengajukan upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tersebut dan telah sidang di Pengadilan Negeri Pelalawan pada Rabu 8 Januari 2020.
Kata Asep, undang-undang tidak melarang pengadilan menunda atau menghentikan eksekusi asal penerapannya secara 'kasuistik' dan 'eksepsional'.
"Dalam keadaan yang sangat mendasar dan beralasan, permohonan peninjauan kembali dapat dipergunakan sebagai alasan menunda atau menghentikan eksekusi," demikian Asep. (ist)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…