RIAUBOOK.COM - Praktisi dari
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Dharma Andigha Bogor, Raden Adnan, S.H., M.H menyoroti informasi soal kondisi keuangan Bank Riau Kepri (BRK) yang dihembuskan tengah bermasalah.
"Seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga berwenang, ketika mendapat informasi itu langsung ditindaklanjuti, bukan malah memberikan argumen yang tidak penting," kata Wakil Ketua 1 Bidang Akademik STIH, Raden Adnan lewat komunikasi selular, Jumat (4/10/2019).
Sebelumnya OJK turut menyoroti informasi dari Sekretaris Perusahaan (Sekper) BRK M Jazuli yang mengungkap buruknya kondisi keuangan Bank Riau Kepri.
Ketua OJK Riau, Yusri, menyatakan pihak yang mengungkap kondisi buruk keuangan sebuah perbankan harusnya dilandasi dengan data dan analisa yang kongkrit.
"Saya rasa itu tidak benar, dan orang yang ngomong itu tidak mengerti apa-apa," kata Ketua OJK Riau, Yusri, dihubungi di Pekanbaru, Rabu (2/10/219) malam.
Sebagai praktisi, demikian Raden, jika dilihat dari persoalan itu, tentu bisa diindikasikan ada persoalan atau masalah serius di internal Bank Riau Kepri.
Dan itu, lanjut dia, sudah diakui oleh pejabat berwenang, dan dimunculkan ke publik lewat bincang-bincang dengan sejumlah wartawan.
Kata Raden, mestinya OJK sebagai lembaga berwenang menindaklanjuti informasi itu, panggil Sekper BRK yang mengungkapkan hal itu dan mintai keterangannya.
"Dengan ada persoalan seperti itu, tentu itu ada etika, salah benar soal formalitas, dengan mengungkap keluar persoalan di internalnya, itu memang tidak etis dan kurang beretika," kata dia.
Bisa jadi, lanjut Raden, yang bersangkutan tidak bisa memberi warna di perusahaan tempatnya bekerja sehingga kemudian melontarkan semuanya ke publik.
"Itu artinya dia tidak bisa memberikan warna disitu, hingga kemudian keluhannya keluar ke publik," kata dia.
Raden menyarankan, OJK segera melakukan tindakan-tindakan, baik untuk perbankan maupun pihak-pihak yang melanggar etika dalam pekerjaannya.
"Jika itu tidak dilakukan, maka hanya ada dua kemungkinan, pertama OJK melakukan pembiaran, kedua ikut terlibat di dalamnya," demikian Raden.
Tidak Profesional
Raden beranggapan, keluarnya pernyataan tentang buruknya kondisi keuangan BRK dari petinggi perusahaan itu menunjukkan ketidakprofesionalannya dalam bekerja.
Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar menyatakan menginginkan para pemimpin BRK kedepan adalah orang-orang yang profesional.
"Harus yang profesional," kata Syamsuar kepada wartawan yang menanyakan soal kriteria Capim BRK untuk jabatan tiga direksi, yakni Direktur Utama, Direktur Operasional, dan Direktur Dana dan Jasa.
Syamsuar juga memberikan 'peringatan' kepada Panitia Seleksi (Pansel) Capim BRK untuk mengutamakan rekam jejak sebelum memilih.
"Harus bersih dari bersoalan-persoalan, termasuk bersih dari masalah hukum," kata Syamsuar.
Untuk diketahui, saat ini Pemprov Riau sebagai pemegang saham mayoritas BRK telah membentuk Tim Pansel Capim BRK yang diketuai oleh Penjabat (Pj) Sekda Prov Riau, Ahmad Syah Harrofie (ASH).
ASH yang digadang-gadang juga sebagai bakal calon Bupati Bengkalis itu menyatakan pihaknya akan mengikuti semua arahan Gubernur Riau dalam kriteria Capim BRK.
"Sesuai dengan keinginan Gubernur Riau kemarin, calon pimpinan BRK harus profesional dan tentu memiliki rekam jejak yang baik dan bersih," kata Ahmad Syah Harrofie (ASH) lewat saluran telepon di Pekanbaru, Kamis (3/10/2019).
Rekam jejak menurut ASH dapat ditelusuri lewat jebatan-jabatan sebelumnya yang pernah mereka emban, baik di internal BRK maupun di perusahaan perbankan lainnya.
"Kita bekerja sesuai dengan arahan gubernur, beliau menginginkan Bank Riau yang lebih baik dengan pimpinan-pimpinan yang profesional," kata ASH.
Kinerja Buruk
Sementara itu, sumber RiauBook.com sebelumnya sempat mengungkap kinerja buruk para pimpinan BRK.
Salah satunya adalah Denny Mulya Akbar, dia yang merintis karir dari bawah hingga kini menjabat sebagai Direktur Operasional BRK terindikasi memiliki sejumlah persoalan hukum.
Salah satunya indikasi markup proyek pemasangan iklan garbarata di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru senilai Rp1,7 miliar yang diduga melibatkan adik kandungnya sebagai vendor proyek.
Dari informasi sumber berkomoeten, kasus tersebut terjadi pada tahun 2016 dengan menggunakan vendor pihak ketiga PT. Mimbar Production.
Diinformasikan, bahwa pihak vendor waktu itu tidak melaksanakan pekerjaannya alias fiktif meski dana senilai Rp1,7 miliar telah dicairkan oleh pihak BRK yang waktu itu ditandatangani oleh DMA.
Kemudian pada tahun 2017, kata sumber tersebut, pihak BRK menganggarkan kembali proyek tersebut dengan nilai yang lebih besar lagi hingga indikasi kerugian ditaksir lebih Rp2 miliar.
Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dikababarkan telah melakukan upaya penyelidikan atas kasus ini.
Kasus lainnya yang tengah dalam monitoring intelijen Kejaksaan Tinggi Riau yang diinformasikan sumber adalah proyek pengembangan IT senilai Rp20 miliar, diduga juga melibatkan sejumlah petinggi BRK termasuk DMA.
DMA yang dikonfirmasi berkaitan dengan sejumlah dugaan kasus tersebut belum bersedia memberikan jawaban.
M Jazuli
Capim BRK potensial lainnya adalah M Jazuli yang saat ini menduduki jabatan sebagai Pimpinan Divisi / Sekretaris Perusahaan (Sekper).
Selain dianggap praktisi sebagai pimpinan yang tidak profesional dan kurang memahami etika, Jazuli juga dihembuskan sebagai salah satu kandidat yang memiliki masalah hukum.
Sebelumnya saat menjabat sebagai Pincab Utama BRK, dia dikabarkan menghamburkan dana senilai kurang lebih Rp600 juta untuk rekonsiliasi Bendahara Umum Daerah pada tahun 2018.
Masalah itu dikabarkan menjadi temuan OJK, namun Jazuli yang dimintai tanggapan terkait masalah itu belum bersedia memberikan jawaban.
(rb/redaksi)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…