RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018 dan berlanjut pada 22 Mei 2019 saat kerusuhan terjadi pada demo Pilpres.
Saat itu, HK alias Iwan mendapatkan perintah dari seseorang untuk membeli senjata.
"HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata.
Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya.
Sedang didalami," kata Irjen Muhammad Iqbal dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Setelah itu, lanjut Irjen Muhammad Iqbal, pada 13 Oktober HK menjalankan perintah dan membeli senjata.
Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD.
Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada rekannya, AZ, TJ, dan IR.
Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta.
Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ.
"TJ diminta membunuh dua tokoh nasional. Saya tak sebutkan di depan publik. Kami TNI Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut," kata Irjen Muhammad Iqbal.
Lalu, pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya.
"Jadi, ada empat target kelompok ini menghabisi nyawa tokoh nasional," ujarnya.
Selain empat pejabat negara, belakangan HK juga mendapat perintah untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei.
"Terdapat perintah lain melalui tersangka AZ untuk bunuh satu pemimpin lembaga swasta. Lembaga survei. Dan tersangka tersebut sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut," ujar Irjen Muhammad Iqbal.
Mantan Marinir
Saat TJ diamankan, petugas kepolisian menyita sepucuk senjata api rakitan laras pendek caliber 22 dan laras panjang caliber 22 dari kelompoknya.
TJ diketahui berasal dari Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Jalan MH Asyari, RT 05/01, Kelurahan Cibinong, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ketua RT setempat, Sulaeman, mengatakan dirinya sempat kaget mendapat kabar tersebut.
"Saya juga kaget.
Saya dapet kabarnya dari temen saya tadi, langsung saya konfirmasi.
Dia udah lama tidak tinggal di sini," kata Sulaeman kepada TribunnewsBogor.com, Selasa (28/5/2019).
Ia mengatakan bahwa TJ memang dari kecil bersama kakek dan neneknya tinggal di alamat tersebut.
Sulaeman juga mengatakan bahwa TJ merupakan mantan marinir.
Namun, sejak menjadi marinir, dirinya jarang bertemu.
"Udah 5 tahunan pindahnya.
Dia pindah sama ibunya.
Rumahnya juga udah dijual dan sekarang udah berubah bentuk, udah gak kayak rumahnya yang dulu.
Keluarganya juga udah gak ada di sini.
Dari kecil padahal dia di sini, kakeknya di sini, temen sekolah saya," katanya.
Ia mengaku bahwa tidak mengetahui ke mana TJ pindah.
Namun, administrasi kependudukan, kata Sulaeman, masih terdata sebagai penduduk di wilayahnya.
Sebab, saat pindah, TJ tidak mengajukan surat pindah.
"Saya gak tahu pekerjaannya. Anaknya saya juga gak tahu. Setahu saya dia jadi anggota Angkatan Laut kan, udah dari situ udah jarang ketemu," katanya.
Disertir TNI
Sedangkan IR atau Irfansyah (45),adalah desertir TNI sekitar lima tahun silam.
Menurut kepolisian, Irfansyah berperan sebagai eksekutor dan telah menerima bayaran sebesar Rp 5 juta dari HK.
"Diperintahkan untuk mengeksekusi dan tersangka IR sudah mendapat uang sebesar Rp 5 juta," terang Iqbal.
Istri dari Irfansyah, Angel menceritakan tentang keseharian suaminya dan kasus yang membelitnya kini.
Angel mengaku tak mengetahui sama sekali suaminya tersandung kasus terkait kepemilikan senjata api ilegal sebagaimana sangkaan polisi.
Apalagi soal uang Rp 5 juta yang disebut-sebut polisi sebagai upah dari HK untuk Irfansyah sebagai salah satu eksekutor.
"Jangankan soal uang itu, soal kasusnya saja saya enggak tahu," kata Angel kepada pers.
Saat kepulangan suaminya pada Selasa (21/5/2019) malam, Angel menyebut sudah ada sejumlah polisi yang menemani.
Polisi menggeledah rumahnya untuk mencari senjata api. Namun, hasilnya nihil. Polisi kemudian menyita beberapa anak panah yang dijadikan pajangan di rumah mereka. Tak ada dokumen lainnya yang turut diamankan.
Namun, keesokan harinya, polisi datang kembali ke rumah IR dan menyerahkan uang Rp 2 juta kepada Angel. Uang tersebut ditemukan polisi dari kantung baju IR.
Angel mengatakan, uang itu memang sudah dipersiapkan IR untuk membayar sewa kontrakan mereka selama dua bulan.
Sebelum ditangkap, kata Angel, IR mengaku baru meminjam uang dari temannya untuk membayar kontrakan mereka.
"Sebelum ditangkap, dia kan emang bilang mau bayar kontrakan karena sudah jatuh tempo. Dia bilang udah ada duitnya pinjem sama temannya," kata Angel yang tak menaruh curiga darimana uang tersebut berasal.
Semenjak menikah dengan Angel lima tahun silam, keduanya mengontrak rumah petakan di kawasan Sukabumi Selatan, tak jauh dari rumah orangtua Angel.
Angel menyebut suaminya merupakan perantau dari Medan, Sumatera Utara.
Dan, sebelum menikah dengan dirinya, Angle mengaku sudah tahu bahwa Irfansyah diberhentikan dari TNI AD.
"Dulu dia TNI AD, tapi sudah keluar sejak sebelum nikah sama saya. Kalau enggak salah ada masalah soal tugas tapi persisnya saya enggak tahu," katanya.
Selama berumah tangga, Angel mengakui tidak tahu pekerjaan sehari-hari suaminya. Sepengetahuannya, sang suami kerap diminta mengawal seseorang.
"Dia suka diminta ngawal-ngawal aja, saya juga kurang tahu pastinya," kata Angela.
Meski tertutup soal pekerjaannya, Angel menyebut Irfansyah beberapa kali membawa temannya ke rumah kontrakan mereka.
Namun, sependengaran Angel, mereka tidak pernah membicarakan soal hal-hal aneh, terlebih soal lingkaran pembunuh bayaran.
"Kalau ngobrol ya biasa saja, paling cerita-cerita soal dia yang mantan tentara," kata Angel.
Angel juga mengaku tidak kenal dengan lima orang lain yang turut dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Adapun penangkapan Irfansyah oleh kepolisian terjadi pada Selasa (21/5/2019) malam di dekat pos satpam Kompleks Peruri, Jakarta.
Udin, warga sekitar, mengaku melihat langsung proses penangkapan Irfansyah. Menurut dia, sejumlah polisi datang menangkap Irfansyah yang sedang duduk sendirian di pojokan belakang pos satpam Kompleks Peruri.
"Dia lagi duduk di sana, terus ada polisi beberapa orang samperin dan menangkap dia. Enggak ada perlawanan kok," ungkap Udin kepada TribunJakarta.com, Senin (28/5/2019) malam.
"Cuma polisinya emang lumayan banyak, ada beberapa orang," Udin menambahkan.
Meski kerap duduk di pojokan dekat pos satpam, Irfansyah jarang bergaul dengan warga sekitar.
"Orangnya diam. Saya juga sekadar kenal saja, pas ditangkap enggak bawa apa-apa kok dia terus langsung dibawa polisi," tutur dia.
Disertir TNI
Tersangka AZ yang diketahui tinggal bersama istri dan tiga anaknya di sebuah kontrakan di Kampung Bulak RT 03/09, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan.
Ketua RT 03/09 Kampung Bulak, Kaliman (51) mengatakan, AZ adalah mantan anggota TNI di Aceh yang ikut dalam tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) atau pendukung pasangan calon presiden 02, Prabowo Subianto.
"Dia (AZ) pernah cerita kalau ikut BPN, tahun lalu itu dari yang awal-awal pemilu," ucap Kaliman saat ditemui di lokasi.
Bahkan, AZ diketahui sudah mengubah KTP dan kartu keluarganya yang semula berstatus anggota TNI menjadi sipil.
Kaliman juga mengatakan, ketika mengajukan permintaan pengubahan status penduduk, AZ menunjukkan bukti surat sudah keluar dari TNI dengan tulisan desersi.
Kerap Bagikan Broadcast yang Menyulut Perdebatan
Kaliman kembali mengatakan, dalam satu tahun belakang, AZ yang pernah masuk ke dalam grup di lingkungan rumahnya dinilai sebagai sosok yang gemar menyebarkan informasi yang terkesan provokatif.
"Warga lain sampai nanya, pak itu siapa ko kirim-kirim begitu. Dia tuh kirim chat yang kaya misalnya warga negara China banyak di sini, model-model begitu," kata Kaliman.
Merasa memiliki tanggung jawab, maka Kaliman pernah menegur tersangka karena isi chatnya yang dapat menyebabkan perdebatan.
"Saya ketemu, saya bilang jangan suka share-share begitu. Atau saya keluarin dari grup. Dia begitu lagi dan sempet saya keluarin," ucap Kaliman.
AZ ditangkap di Terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Selasa (21/5/2019) lalu
Sebelum ditangkap, Kaliman bahkan sempat bertemu tersangka setelah salat Subuh dan mengaku akan pergi ke bandara.
"Saya ketemu subuh-subuh, saya tanya keluar pak?," katanya.
"Iya, mau ke bandara," ujar Kaliman menirukan AZ.
Pantauan Warta Kota, rumah tersangka kini dalam keadaan terkunci dengan gembok.
Di pelatarannya terdapat sepeda anak-anak dengan bangku plastik dan sapu.
Rumah kontrakan bercat putih dengan pintu dan kusen jendela coklat ini terlihat tertutup rapat.
Mantan Kopassus
Status tersangka Iwan (HK) diungkap olehBayu Putra Harfianto (28) anak pertama tersangkaAsmaizulfi alias AF alias Fifi (53).
Asmaizulfi alias AF alias Fifi (53), istri Mayjen (Purn) Moerwanto,merupakan Ketua Gempur (Gerakan Emak-emak Peduli Rakyat), organisasi sayap pendukung Prabowo-Sandi.
"Saya sama adik-adik dan semua keluarga sangat percaya ibu gak akan merencanakan pembunuhan pada siapapun. Sebab ibu saya memang gak tahu soal itu. Pada kasus ini ibu saya bisa tersangkut, karena sebenarnya cuma masalah utang piutang saja sama Iwan, salah satu tersangka lain.
Ibu saya pinjam uang ke Iwan dan jaminannya yang diminta senjata itu, pemberian rekan ayah saya," papar Bayu saat ditemui Warta Kota di rumahnya di Komplek Zeni AD, Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Bayu juga menyayangkan pemberitaan dan informasi yang beredar bahwa seakan-akan ibunya benar-benar turut serta merencanakan pembunuhan.
"Seolah-olah di media, ibu saya nyediain senjata dan nyuruh mereka tembak nih bunuh. Padalah tidak. Ibu saya gak tahu senjata yang digadaikannya ke Iwan mau dipakai untuk apa," kata Bayu.
Dalam BAP kepolisian saat ibunya diperiksa polisi, kata Bayu ibunya juga menerangkan ketidaktahuannya soal rencana pembunuhan dan sudah tertulis.
"Ibu saya gak tahu senjata buat diapain. Di BAP ibu bilang gak tahu menahu soal rencana itu," kata Bayu.
"Di Polda kan ada juga beberapa teman ibu. Mereka sama sekali kaget dan gak percaya kalau ibu saya dibilang ikut merencanakan pembunuhan," kata Bayu.
Menurut Bayu, awalnya senjata api Revolver Taurus kaliber 8 itu adalah pemberian rekan ayahnya yang cukup lama disimpan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur, di mana ayahnya berkantor sebagai ketua yayasan yang memiliki gedung dan juga sempat menjabat Sekjen Depsos.
"Lalu senjata itu menjadi jaminan utang ibu Rp 25 Juta ke Iwan, atau digadai. Karena ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu.
Bayu mengatakan saat ayahnya divonis kasus korupsi Gedung Cawang Kencana di Jakarta Timur dan mendekam di LP Sukamiskin sejak 2014, keadaan ekonomi keluarganya menjadi cukup sulit.
"Sementara ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu.
Sebab menurut ibu gedung itu adalah milik yayasan yang dikelola ayah saya. Sementara Kemensos mengklaim milik negara karena dibangun saat ayah saya menjabat Sekjen di Kemensos.
"Karena butuh uang, ibu saya cari pinjaman. Lalu ada namanya Pak Andi. Pak Andi ini teman ibu-ibu di Gempur yang dipimpin ibu saya. Pak Andi lalu mengenalkan ibu saya ke Pak Iwan yang katanya bisa meminjamkan uang Rp 25 Juta," kata Bayu.
Setelah berkenalan dengan Iwan yang bersedia meminjamkan uang Rp 25 Juta ke ibunya, kata Bayu, Iwan sempat bertanya ke Andi, apa jaminan untuk uang pinjaman itu.
"Karena Pak Andi adalah teman ibu, Pak Andi sempat bilang kalau jaminannya badan dia," kata Bayu.
Namun kemudian tambah Bayu, Iwan menawarkan dan meminta senjata suami AF sebagai jaminannya.
"Iwan ini kan mantan Kopassus. Dia tahu bapak purnawirawan dan akhirnya bilang ke Andi agar senjata itu sebagai jaminan utang ibu," kata Bayu.
"Akhirnya sepakatlah mereka senjata itu yang digadikan sebesar Rp 25 juta," kata Bayu.
Ibunya kata Bayu akhirnya menyerahkan senjata yang disimpan di Gedung Cawang Kencana ke Iwan.
"Menurut ibu saya, diserahkannya ke Iwan antara 2017 atau 2018," kata Bayu.
Senjata itu kata Bayu adalah pemberian rekan ayahnya yang selama ini disimpan di Gedung Cawang Kencana.
Sementara ayahnya sudah bebas menjalani hukuman karena tuduhan korupsi dari LP Sukamiskin 2018 lalu.
"Intinya ibu saya gak tahu senjata itu mau digunakan untuk apa oleh Iwan.
Ibu saya tahunya hanya pinjam uang dan senjata itu jadi jaminannya," kata Bayu
Sumber tribunnews
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…