RIAUBOOK.COM - Pencarian kata dengan sandi 'Dokter Spesialis THT Pekanbaru' di laman Google menemukan nama Dr.H.Muchlish Hasan berada di urutan teratas, bahkan mendominasi hasil pencarian.
Hasil penelusuran, Dr.H.Muchlish Hasan yang dilanjutkan ke laman Facebook menemukan alamat praktek dokter spesialis tersebut di Apotek Cinta Sehat, Jalan Ahmad Yani, Nomor 104, Pekanbaru. Lengkap dengan nomor telepon.
RiauBook.com, Selasa malam (17/7/2017) mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera di laman tersebut. Komunikasi disambut suara seorang wanita yang mempersilan melakukan registrasi pendaftaran.
Beberapa saat kemudian, RiauBook.com bergegas menuju apotek tempat dokter spesialis THT tersebut praktek. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya tiba di kawasan padat, satu rumah toko bertuliskan 'Apotek Cinta Sehat'.
Puluhan kendaraan roda empat dan roda dua tampak memadati halaman parkir di depan apotek sederhana itu, beberapa orang, pria dan wanita sedang melakukan registrasi, mendaftarkan diri untuk menemui Dr.H.Muchlish Hasan.
"Uang pendaftara Rp2.000," kata seorang petugas yang duduk tepat di samping kiri pintu masuk ruang prakter dokter spesialis THT sambil menyerahkan selembar kertas kecil berwarna merah muda yang dituliskan nama, alamat dan umur pasien.
Malam itu, dua orang masih menunggu antrean, tidak lama kemudian, masuk giliran, petugas memanggil dan memersilahkan masuk ke dalam ruang prakter.
Di dalam ruangan tersebut, telah menunggu seorang dokter laki-laki mengenakan jas putih dan celana panjang hitam. Pasien dipersilahkan duduk tepat di hadapannya.
Ruang tempat Dr.H.Muchlish Hasan praktek terlihat sangat sederhana, ukurannya sekitar 2,5 x3,5 meter, dinding ruangan dipenuhi gambar tentang kesehatan yang terlihat kumuh, tersedia juga satu tempat tidur pasien yang 'terlentang' di sudut ruangan.
Sementara di meja dokter, terdapat banyak buku bacaan, dalam sebuah mangkuk besi yang terdapat karat juga diletakkan sejumlah alat-alat kesehatan.
Tanpa banyak bicara, Dr.H.Muchlish Hasan meminta pasien untuk membuka mulut, dia kemudian memasukkan sendok berbahan stainless, tangan satunya lagi menyenter rongga tenggorokan.
Pergerakan sang dokter begitu lambat, tangannya terlihat gemetar sebelum kemudian menjatuhkan alat medis sejenis sendok stainless tersebut ke lantai. Dia kemudian menggenatinya dengan alat medis lainnya.
Lagi tanpa banyak berbicara, dokter tersebut terlihat mencatat di buku resep sambil berfikir, tulisannya nyaris tidak bisa dibaca. Sebelum mengakhiri pemeriksaan, dia menganjurkan pasien untuk segera menebus obat di apotek.
"Biaya praktek 12 setengah," kata dia.
Pasien kemudian memberikan selembar uang Rp20 ribu, namun dokter tersebut sempat terdiam sebelum menjelaskan kembali bahwa biaya yang pemeriksaan yang dimaksud adalah sebesar Rp125 ribu.
"Maaf, saya jelaskan, tadi salah, biayanya itu 12 setengah, maksudnya Rp125 ribu. Obatnya ada empat macam untuk penyembuhan radang tenggorokan," kata Dr.H.Muchlish Hasan.
Tidak puas dengan pemeriksaan, pasien kemudian mengonfirmasi tentang legalitas sang dokter ke pihak Apotek Cinta Sehat.
Pasien menanyakan di rumah sakit mana Dr.H.Muchlish Hasan praktek. Pihak apotek menjelaskan, bahwa dia merupakan dokter yang sudah lama pensiun.
"Sebelumnya Dr.H.Muchlish Hasan praktek di rumah sakit di Surabaya, sekarang pensiun dan sudah sepuluh tahun membuka praktek di apotek ini. Selain di sini, dia tidak lagi praktek di rumah sakit," kata petugas apotek.
Dia menjelaskan, bahwa Dr.H.Muchlish Hasan saat ini sudah berumur lebih 80 tahun sehingga memang pendengarannya kurang baik. "Maaf jika pelayanannya tidak memuaskan pasien," kata petugas itu yang tidak bisa menunjukkan sertifikasi dokter bersangkutan.
Kondisi mirip juga terjadi di praktek dokter spesialis THT lainnya di kawasan yang sama, Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru. Sebuah Apotek Kimia Farma yang berjarak tidak jauh memasang plang bertuliskan adanya pelayanan kesehatan dari seorang dokter spesialis telinga, hindung, tenggorokan, bedah kepala, leher.
Doter tersebut bernama, Dr. H. Yunir, Sp.THT-KL. Di apotek ini, tidak banyak pasien yang mengantre, bahkan begitu datang langsung disambut petugas pendaftaran yang mencatat dan memersilahkan untuk dilakukan pemeriksaan langsung.
Di dalam ruangan lebih besar itu, peralatannya lebih canggih, terdapat seperangkat alat kamera organ dan tempat tidur yang lebih steril. Seorang pria, dengan rambut yang nyaris rata putih, mengenakan masker, langsung meminta pasien untuk duduk di kursi dengan kondisi kepala tersandar.
Dokter Yunir, bahkan tidak ada bicara, dia langsung memeriksa pasien menggunakan kamera kecil yang dimasukkan ke rongga hidung dan tenggorokan dengan dibantu seorang pria muda.
Setelah merekam gambar dalam rongga hidung dan tenggorokan, sang dokter kemudian mencatat resep obat tanpa ada memberikan keterangan khusus.
"Silahkan bapak tebus di apotek," kata pria muda yang membantu sang dokter.
Pasien kemudian menuju ke apotek, di depan, seorang petugas melayani, memberi keterangan tentang manfaat tiga macam obat yang direkomendasikan dokter Yunir.
"Satu obat untuk radang tenggorokan, satu lagi untuk radang hidung, dan yang satu lagi untuk vitamin," kata petugas itu yang juga menerangkan bahwa harga obat tersebut Rp600 ribu, belum termasuk uang pemeriksaan senilai RP150 ribu.
Mahalnya obat yang harus ditebus, membuat pasien kemudian memertanyakan kondisi dokter yang mencurigakan. Tidak ada penjelasan verbal tentang penyakit yang diderita.
"Maaf jika pelayanan dokter tidak memuaskan, maklum, dia baru kecelakaan sehingga memang kondisi seperti itu. Dia juga tidak praktek lagi di rumah sakit, sudah pensiun," katanya yang tidak bisa menunjukkan sertifikasi prakter dokter tersebut.
Pengamat kesehatan yang pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Riau, dr. Nurzely saat dikonfirmasi persoalan indikasi praktik dokter 'kadaluwarsa' mengaku terkejut.
"Semua dokter harus bersertifikasi dan ini ada masa berlakunya per lima tahun," kata Nurzely lewat sambungan telepon.
Ia jelaskan, Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP) Kedokteran ada masa berlaku dan setiap pasien berhak menanyakan soal STR dan SIP tempat dokter tersebut praktik," katanya.
Melihat maraknya praktik dokter spesialis yang terindikasi 'kadaluwarsa', Nurzely mengku hal itu bisa saja terjadi seiring tingginya minat masyarakat untuk berkonsultasi dan berobat ke dokter yang berumur tua.
"Maka saya sampaikan, sebaiknya masyarakat mengklarifikasi surat-surat kelengkapan untuk menjalankan praktik. Harusnya itu tidak boleh, masakan dokter THT yang memeriksa pasien THT justru menderita pendengarannya atau pikun. Kalau saya, itu saya sudah pecat, tidak boleh praktik lagi," demikian Nurzely.
Mengenai indikasi pemanfaatan dokter 'kadaluarsa' untuk kepentingan bisnis para apoteker, Nurzely mengakui itu bisa saja terjadi.
"Maka perlu kita perhatikan, jangan sampai kepentingan bisnis para apoteker justru menyesatkan dan merugikan masyarakat," katanya. (RB/fzr)
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…