RIAUBOOK.COM - Pemerintah Provinsi Riau memiliki nilai aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga sebesar Rp41,7 miliar atas pemanfaatan sebuah gedung delapan lantai yang berlokasi di Jalan Engku Putri, Batam Center, Kepulauan Riau.
Gedung itu dinamakan Pusat Promosi se-Sumatera (Sumatera Promotion Center/SPC), dibangun di atas tanah seluas 20.000 meter persegi pada tahun 2005.
Pembangunan tersebut atas inisiasi dan kesepakatan para kepala daerah se-Sumatera yang memandang, perlu adanya sebuah fasilitas pusat promosi terpadu.
Menelan dana sebesar Rp79 miliar lebih, pembiayaan pembangunan gedung tersebut dilakukan dengan mekanisme sharing dana antara tiga pihak. Pemprov Riau memiliki komposi sebesar 52,81 persen, Pemerintah Kota (Pemko) Batam sebesar 6,32 persen dan Badan Otorita Batam yang sekarang menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Batam, sebesar 40, 87 persen.
Ketiga pihak kemudian membuat kesepakatan bersama, menuangkan kesepakatan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 18/SKB/VI/200518/SKB/VI/2005, Nomor PERJ/KA/VI/2005 dan Nomor 13/MoU/HK/VI/2005 tanggal 20 Juni 2005 tentang Peraturan Pengelolaan Gedung Pusat Promosi se-Sumatera di Batam.
Berdasarkan kesepakatan itu, selanjutnya dibentuk suatu Badan yang berfungsi untuk mengawasi pengelolaan dan melakukan pengembangan terhadap gedung tersebut, bernama Badan Pengusahaan dan Pengembangan (BPP) yang diketuai oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau, serta Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai Sekretaris.
Pasca dibentuk, tahun 2006 BPP Gedung SPC kemudian menunjuk dan menetapkan PT. Sembilan Satu Satu (Nine One One) sebagai mitra, karena dinilai memiliki pengalaman dan kemampuan dalam mengelola dan mengoperasikan aset tersebut untuk kegiatan pameran, perkantoran, dan kegiatan bisnis secara profesional berdasarkan Surat Keputusan Nomor 14/SK/KA/BPP/II/2006.
BPP SPC dan PT. Sembilan Satu Satu kemudian mengikat diri untuk bekerja sama, perikatan tersebut juga dituangkan dalam Akta Notaris PPAT Gerard Ikhsan Iskandar, SH Nomor 21 tanggal 17 Maret 2007.
Berdasarkan klausul perjanjian antara keduanya, PT. Sembilan Satu Satu memiliki kewajiban kepada BPP SPC untuk membayar konsesi lahan sebesar Rp2 miliar dan membayar royalti sebesar 20 persen dari Gross Revenue setiap akhir tahun berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik.
Setelah 11 tahun berlalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau mengendus adanya potensi kecurangan yang mengakibatkan kerugian daerah dan mendapati jika pengelolaan gedung tersebut masih belum tertib.
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2017, PT. Sembilan Satu Satu belum melaksanakan kewajibannya sesuai dengan surat perjanjian, pihak ketiga tersebut hingga saat ini juga belum pernah memberikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada BPP atas pengelolaan gedung tersebut.
BPK juga menduga bahwa laporan PT. Sembilan Satu Satu terkait penyetoran konsesi dan royalti yang dari tahun 2007-2016 kepada BPP Gedung SPC sebesar Rp8,3 miliar dan Pemprov Riau sebesar Rp3.6 miliar hanya fiktif belaka, hal itu karena yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik sampai berakhirnya masa pemeriksaan.
Selain itu, BPK juga tidak mendapati adanya dokumen penerimaan atau tagihan atas royalti yang menjadi hak BPP SPC Batam, berdasarkan perjanjian dalam akta notaris, PT Sembilan Satu - Satu juga harus menanggung denda sebesar 1 per mil per hari.
Namun, dari konfirmasi dan penelusuran BPK saat itu, BPP SPC Batam tidak mengetahui apakah pengurusan sebelumnya telah menerbitkan tagihan royalti kepada PT. Sembilan Satu Satu.
Atas pengelolaan yang tidak tertib itu, BPK menemukan ada beberapa peraturan yang dilanggar, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 10 huruf (f) , serta perjanjian kerja sama yang dituangkan dalam Akta Notaris.
Selain itu, "benang kusut" pada kerja sama tersebut juga mengakibatkan penyajian pendapat lain-lain pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau tahun 2017 sebesar Rp503,8 miliar tidak menggambarkan jumlah sebenarnya.
Pemprov Riau juga berpotensi kehilangan pendapatan dari pemanfaatan gedung tersebut karena pengawasan dan monitoring yang dilakukan BPP SPC saat itu tidak optimal.
Kepada RiauBook.com, Senin (14/1/2018) lalu, Kepala Provinsi Riau Syahrial Abdi yang saat ini turut menduduki jabatan Ketua BPP SPC, telah menyampaikan kondisi riil atas tindak lanjut dari temuan BPK tersebut.
Kata dia, tahun 2018 lalu PT Sembilan telah bersedia mencicil kewajibannya, membayar royalti tahun 2016 dan tahun 2017 sekitar Rp 800 juta.
"Royalti itu dibagi tiga dengan Pemko Batam dan Otorita Batam sesuai besaran saham," kata dia.
Dia mengatakan, Pemprov Riau juga sudah duduk bersama dengan masing-masing pihak untuk menyelesaikan permasalahan itu.
"Alhamdulillah dari ketiga pihak, baik Pemko Batam, Otorita Batam, dan Pemrov Riau sudah melakukan beberapa kali pertemuan dan sudah mendapati kesepakatan. Biar fair, saya selaku ketua BPP, meminta laporan keuangan PT. Nine One-One mulai dari 2007, supaya perhitungannya menjadi benar," tuturnya.
Dikatakannya, pihaknya juga meminta untuk dilakukan penghitungan terhadap keterlambatan pembayaran royalti selama ini, sesuai dengan isi perjanjian awal, "denda keterlambatan royalti itu prinsipnya kan diperhitungkan, itu kita desak juga agar dihitung".
"Memang tidak bisa simsalabim, karena saya diberi tugas untuk menyelesaikan itu maka saya coba mengurai benang kusut itu, sekarang sudah nampak permasalahannya apa, kemudian sesuatu yang sudah pasti kita minta untuk disetorkan, yang belum pasti kita minta hitung secara independen," demikian Syahrial. (RB/Dwi)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…