Belajarlah Nilai-nilai Komunal Sesungguhnya Demi Damai Bangsa ini

Riau Book - Bangsa ini sedang dirundung masalah politik dan ekonomi yang luar biasa, berpotensi memberi dampak buruk, termasuk krisis kepercayaan antara rakyat dengan pemerintah, maka agaknya perlu semua pihak mengedepankan nilai-nilai komunal yang sesungguhnya agar tak mudah diadu domba pihak asing yang sudah sangat lama menindas.

Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunal adalah perasaan atau sentimen bersama berdasar ikatan kedaerahan, loyalitas, asal usul keturunan, kekerabatan, dan kepercayaan terhadap keyakinan batin tertentu.

Kesimpulannya, negara ini ada dan dibentuk dengan loyalitas perjuangan, asal usul keturunan yang beragam, kekerabatan yang kuat, dan ragam keyakinan batin atau agama. Jadi, haruskah kita terpecahkan karena politik adu domba yang sempat menghancurkan bangsa ini?

"Jika memperhatikan kecenderungan orang menyikapi persoalan-persoalan bersama yang menyangkut hajad hidup orang banyak, masihkah kita percaya bahwa kita adalah masyarakat yang membangun budaya berdasarkan nilai-nilai komunal?"  

Belajar dari apa yang terjadi, maka dengan segera kita akan mengaku bahwa masyarakat kita memiliki nilai-nilai kebersamaan komunal yang luhur dan baik. Yang dari generasi ke generasi diturunkan sebagai budaya bangsa dalam wujud banyak tradisi, kebiasaan dan adat istiadat, tertulis maupun tidak tertulisan.

Akhir-akhir ini, dalam banyak kesempatan diskusi bersama kawan-kawan yang menaruh kepedulian kepada fenomena masyarakat, selalu diperhadapkan pada situasi dimana nilai-nilai yang disebut sebagai nilai komunal dan bahkan jati diri bangsa itu dipertanyakan.

Tidak saja pada kejelasan ukuran-ukurannya, melainkan juga pada ketidakjelasan konsep dan prakteknya.

Tahukah? Melestarikan alam, menjaga kebersihan lingkungan, memelihara sumber-sumber kehidupan alami, diakui sebagai nilai komunal yang sering dijadikan slogan bahkan dibanggakan - disombongkan menjadi kekuatan masyarakat menghadapi perubahan jaman dan kerakusan manusia. Bukan sekadar politik dan kekuasaan yang selama ini justru mengenyampingkan nilai-nilai tersebut.

Bersikap saling pengertian, mendahulukan orang lain yang lemah dan tak berdaya, menghormati keharmonisan dan keselarasan, ramah, juga acap dijadikan semacam trade-mark yang menegaskan betapa nilai-nilai komunal itu selalu menjadi semangat yang menghidupi masyarakat.

Nilai komunal adalah nilai bersama yang dengan mudah menggugah kesadaran orang untuk merasa, berpikir dan bertindak secara bersama-sama berdasarkan dorongan hati yang berjumpa dengan dorongan hati orang lain.

Jadi semisal nilai komunal adalah menghormati alam, tentu ketika terjadi tanda-tanda bahwa alam itu tidak lagi dihormati, atau malah hanya dieksploitasi sebagai alat kapital pemuas nafsu duniawi, maka dengan segera akan banyak orang menyatukan hati, menyatukan pikiran, dan menyatukan tindakan untuk berbuat sesuatu.

Semisal keharmonisan dan keselarasan adalah merupakan nilai komunal, maka kesemrawutan, ketidaktertiban, dan bencana kekacauan lalu lintas yang terjadi setiap saat itu niscayalah segera akan menggugah hati, pikiran, dan tindakan untuk mengatasinya secara bersama-sama.

Nyatanya? Sekalipun logika sederhana seperti itu mudah untuk dimengerti, sambil dengan sukarela dan sukacita menuduh - menunjuk-nunjuk, bahkan mengutuk orang yang berbeda dari "kebanyakan" sebagai individualist, egois, tak mau tahu dengan nilai-nilai budaya, slogan indah itu tidaklah mampu menggugah kesadaran bersama, apalagi pemikiran bersama, dan apalagi tindakan bersama.

Lantas dimana nilai komunal itu? Atau setidaknya di saat mana nilai komunal itu benar-benar ada wujudnya?

Dimulai dari Para Pewartanya

Mungkin dulu yang berperan aktif sebagai pewarta nilai-nilai yang berkembang di masyarakat adalah para empu, para bijak, para orang berpendidikan (yang bukan sekedar penyandang gelar panjang), para rohaniawan-berhati-berilmu (mohon maaf harus perlu ditegaskan seperti ini), yang berinteraksi langsung-nyata-partisipatif dengan alam, manusia lain dan fenomena sosial (konteks yang mudah dimanipulasi oleh pewarta palsu).

Pewarta nilai semacam ini dengan mudah bisa dirasakan ketulusannya, keprihatinannya, empatinya, dan niat terbaik dimana hidupnya dicurahkan.

Oleh karenanya, pewarta semacam inilah yang sangat dihormati-didengar-diajak diskusi-dikritisi oleh masyarakat. Tidak jarang pewarta semacam ini harus dicari terselip di tengah-tengah kampung sangat sederhana, di pinggiran kota, di dalam padepokan di antara buku dan ilmu, di dalam hutan atau pantai sepi. 

Fungsi pewarta nilai adalah untuk menegaskan, meyakinkan, dan memastikan bahwa para pendengarnya memiliki kesediaan dan kesempatan untuk berfleksi, berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keluhuran itu.

Para pewarta ini nyata bukan saja secara fisik, namun bisa jadi secara ide-gagasan-pemikiran yang selalu relevan dan berpusat pada kesadaran kemanuasiaan yang hidup dalam satu bumi bersama dengan segala macam makhluk yang lain.

Dalam konteks dunia yang sistematika hidup bahkan segala aset-asetnya terkontrol-terpusat-terkuasai oleh piramida tidak adil, para pewarta yang asli tersingkir oleh pasar pendidikan, media, dan koalisi politik-ekonomi yang menggila.

Celakanya ketiganya kadang berkolaborasi dan memposisikan dirinya sebagai pewarta tunggal, lengkap dengan sanksi dan ancaman.

Mahasiswa (ilmuan calon otaknya masa depan peradaban) pertanian yang berani mempertanyakan kelicikan Mosanto berkamuflase berada aman di dalam pusat-pusat penelitian pertanian, para team penyuluh pertanian, dan para pengambil kebijakan pertanian, akan terancam kelulusannya.

Mahasiswa ilmu sosial, politik, hubungan internasional, dan segala jurusan humaniora, harus dengan gemetaran membaca karya-karya Karl Marx, Pramoedya, Tan Malaka dan sejenisnya, apalagi kalau sampai kutipannya ditampilkan untuk mempertanyakan sistem kekuasaan. 

Media juga sama saja. Berita adalah profit. Jangankan nilai kebenaran, nilai kejujuran sekalipun menjadi nomor kesekian jauh dibawah kebutuhan profit. Maka dizaman penuh kekacauan saat ini, dibutuhkan peran media untuk mengembalikan nilai-nilai komunal.

Tahukah? Bahwa mekanisme natural penerusan ilmu lewat lembaga pendidikan dan media yang cenderung telah kehilangan fungsi tanggungjawab publik profesionalitasnya inilah yang lantas menjadi lahan empuk diperalat oleh koalisi politisi dan korporasi untuk mengabarkan bahwa merekalah juru selamat dari segala problem kemanusiaan.

Sistem pendidikan, media, dan koalisi politisi dan korporasi inilah yang sekarang paling gencar menjadi pewarta. Mereka bahkan menyusun sistem keabsahan, mengontrol cara kerjanya, dan mengendalikan pesan-pesan apa yang perlu dan harus diketahui dan diyakini oleh masyarakat.

Lantas, ketika para pewarta asli telah tergantikan dan dikendalikan oleh para pewarta yang lebih full power seperti ini, apa jadinya pada sistem pemahaman dan praktek terhadap nilai komunal?

Nilai Komunal 'versus' Individualisme

Atas nama nilai komunal, tidak jarang orang dengan mudah menghakimi dan mengutuk kreatifitas, inovasi, dan revolusi sikap personal sebagai egois, individualistis, dan tak tahu tata krama - budaya - tradisi - adat .... bla..bla..bla.. tetek bengek pembenar seolah nilai komunal itu pastilah benar dan paling menyelamatkan umat manusia.

Untuk mengefektifkan fungsinya, nilai komunal juga lantas dikerdilkan maknanya menjadi dogma agama, kebiasaan etnis, bahkan cara sebuah adat dari trah tertentu saja.

Maka keberagaman, perbedaan, pluralitas, diterima sejauh (menurut penguasa) tidak bertentangan dan merusak nilai komunal.

Disebutkan penguasa, karena selalu jelas siapa penguasa agama, politik, ekonomi, bahkan penguasa etnis maupun adat trah tertentu. Efektifitas nilai komunal dalam semangat anti individualitas ternyata tampak ketika itu menjadi alat untuk memberangus, menekan, memaksa, mengontrol, mengendalikan, memotong, menghukum, atau bahkan membunuh kreatifitas keluasan berfikir secara berbeda dan keragaman cara orang berada.

Mekanisme nilai komunal yang dengan segera akan secara masif menggugah perasaan bersama, pikiran bersama, dan tindakan bersama itu ternyata hanya efektif ketika ditujukan untuk menghakimi, menyalahkan, menghukum, dan menundukkan orang menuruti kemauan komunal yang tentu sesuai dengan tekanan dan keinginan sang penguasa.

Ketika lalu lintas menjadi macet tak terkendali, apakah tawaran yang berangkat dari nilai komunal seperti diadakan angkutan masal mendapatkan perhatian penting para pewarta dan masyarakat umum?

Ketika lingkungan alam secara sistematis dikapitalisasi dieksploitasi dilacurkan oleh birokrat terhadap korporasi, bagaimanakah komentar para pewarta dan masyarakat?

Lantas ketika hal-hal seperti terjadi terang-terangan dimata semua anggota masyarakat, apakah nilai komunal mampu menggerakkan perasaan, pikiran, dan tindakan mereka untuk merubahnya?

Kenyataan sebaliknya yang terjadi. Merekrut orang untuk diajak marah dan mengumbar kebencian secara bersama-sama lebih mudah daripada meyakinkan orang untuk bertindak kebaikan.

Mengumpulkan orang untuk menebar sampah lebih mudah daripada mengumpulkan orang yang sadar bahaya sampah.

Bahkan, orang dengan sukacita membayar mahal untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pembuat dan pembuang sampah yang mahir.

Mengajak orang untuk bersikap arif terhadap ekologi akan menjumpai banyak musuh, sementara orang yang berusaha merusak dan mengkapitalisasikannya dengan cepat menemukan dukungan dari para pewarta-perusak dan masyarakat luas.

Coba rasakan dan lihat sendiri mekanisme terjadinya dan terwartakannya nilai-nilai komunal yang selama ini begitu dibanggakan menjadi budaya bangsa.

Nilai komunal tampaknya hanya berfungsi jauh lebih efektif jika yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan itu berhubungan dengan hal-hal yang diliputi semangat kemarahan, perusakan, kebencian, penghancuran.

Nah, kalau begitu adanya, apakah kita masih punya muka untuk membanggakan diri sebagai masyarakat yang hidup berdasarkan nilai-nilai komunal?

Ketahui, nilai komunal sesungguhnya adalah kebersamaan, kedamaian bersama lingkungan yang sehat, dan itu berada di atas kepentingan politik para kapitalis.

Ditulis oleh : Budi Prabowo

Editing oleh : Fazar Muhardi



Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau

foto

Terkait

Foto

Tersangkut Korupsi, Ada yang Tak Jera!

Riau Book - Kasus suap ke Patrialis Akbar memunculkan nama lama -- sosok yang tak tobat-tobat: Basuki Hariman! Orang ini,…

Foto

Hakim MK Tertangkap Tangan!

Riau Book - Saya tiba-tiba mengingat Jimly Asshiddiqie. Maksud saya, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,S.H., Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008. Orang…

Foto

Andai Aku Presiden

Oleh: Wira Atma Hajri, S.H., M.H."Hanya dengan kekuasaanlah agama bisa dijaga".(Ulama Besar Islam Syeikh Ibnu Taimiyah)Andai aku Presiden, akulah orang…

Foto

Puisi Kedamaian

Riau Book - Penguasaan politik tengah membelenggu ekonomi bangsa ini, adu domba nyaris memecah kedamaian, menghancurkan keindahan saat bersama dalam…

Foto

Ayo, Kritis Memilih Media Massa

Riaubook - Publikasi adalah bagian terpenting dalam menginformasikan kegiatan atau acara. Sebut saja di media massa, baik cetak, elektronik dan…

Foto

Ensiklopedia Kehidupan

Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya Allah swt memiliki ahli dari golongan manusia." Lalu ditanyakan (pada beliau saw) siapakah ahli Allah diantara…

Foto

Redaksi Riaubook: Tageline Baru, Semangat Baru

Dua tahun sudah usia Riaubook.com. Dua tahun pula portal berita ini hadir di tengah masyarakat Riau khususnya dan Indonesia maupun…

Foto

Pemerintahan Mengguncang Lagi, Indonesia Butuh Pahlawan

Riaubook - Hari itu, seorang ibu dengan pilu berkata kepada anaknya, nak, roti kecil ini yang beberapa hari yang lalu…

Foto

Selamatkan Pulau-pulau di Indonesia

Sebagai Negara yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan ribuan gugusan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dan dengan…

Foto

Tabligh Akbar Wakil Sekjen MUI dan Pengakuan yang Mengejutkan

Oleh: Wira Atma Hajri, S.H., M.H.Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Konsentrasi Ketatanegaraan (Siyasah)/Abituren Ma'had Daarun Nahdhah Thawalib BangkinangSenin tertanggal…

Foto

HOAX dalam Kondisi Kebebasan Berpendapat di Dunia Perpolitikan

Di negara yang berasaskan demokrasi ini, sangat menekankan kebebasan berpendapat. Hal ini telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat…

Foto

Pemilih Cerdas Pemimpin Berkualitas

Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam negara kesatuan…

Foto

Menanti RTRWP yang Pro Rakyat

Riau salah satu provinsi yang belum memiliki perda Rencana tata ruang wilayah (RTRW) sejak tahun 2005 hingga sekarang, sehingga mengakibatkan…

Foto

Kedaulatan NKRI Terancam?

Berbicara tentang kedaulatan selalu identik dengan kekuasaan NKRI. Menurut KBBI kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara. Melihat negara yang…

Foto

RTRW untuk Masa Depan Provinsi Riau, Kapan Disahkan?

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam nya. Hutan merupakan salah satu yang terdapat didalam SDA tersebut. Riau…

Foto

Calon Tunggal, Pertempuran Usai Sebelum Laga Dimulai

Riau Book - Kadang-kadang, pertempuran telah selesai sebelum laga dimulai. Itu yang terjadi di sembilan dari 101 daerah di Indonesia…

Foto

Menumpas Korupsi Kehutanan

Oleh: Agung Hermansyah(Peneliti Muda Law Action (LawAct) Indonesia dan Mahasiswa Jurusan Hukum Agraria dan SDA Fakultas Hukum Unand)Hutan merupakan salah…

Foto

Peraturan Menteri Berpotensi Menguntungkan Asing?

Indonesia sebagai Negara dengan sumber daya alam terbesar di Dunia tentu sangat patut disyukuri bagi masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia…

Foto

Adakah yang Berpikir Positif dengan Naiknya Harga BBM dan Bahan Pangan?

Riaubook - Berita akan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal tahun 2017, cenderung menjadi bahan pembicaraan yang sedang hagat-hangatnya.

Foto

Tak Ada di Dunia Ini Mayoritas yang Toleransinya seperti Umat Islam di Indonesia

Oleh: Wira Atma Hajri, S.H., M.H.Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Konsentrasi Ketatanegaraan (Siyasah)/Abituren Ma'had Daarun Nahdhah Thawalib Bangkinang

Pendidikan