RIAUBOOK.COM - Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengungkap dalam penanganan kasus harus ada pemisahan antara diskresi dengan penyalahgunaan wewenang sehingga penegakkan hukum dapat dilaksanakan dengan baik.
"Diskresi adalah kebijakan yang dilakukan dengan batasan-batasan seperti yang ada dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2014Â tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Dari situ kita mengetahui batas-batas diskresi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejagung Mukri dihubungi dari Agam, Sumatera Barat, Jumat (8/11/2019).
Pernyataan Mukri sebagai tanggapan kasus dugaan korupsi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 Gumarang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, yang saat ini ditangani pihak Kejari setempat.
Sebelumnya pihak Kejari Agam mengumumkan ke publik tentang keberhasilan pengungkapan dugaan kasus penyalahgunaan wewenangan di MIN Agam dengan empat orang tersangka.
Masing-masing adalah seorang kepsek dan dua orang mantan kepsek MIN 6 Gumarang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat serta seorang penjaga sekolah.
Dugaan kasus tersebut berawal dari kepala sekolah terdahulu yang mengambil kebijakan menggaji seorang penjaga sekolah dengan atas nama orang lain.
Kebijakan itu dilakukan semata-mata sebagai bentuk terimakasih pihak sekolah kepada pihak pemilik tanah yang menghibahkan lahannya untuk didirikannya MIN 6 Gumarang, Palembayan, Agam, Sumatera Barat.
Kebijakan itu terus berlanjut ke kepsek berikutnya sejak 2010 hingga 2018.
Pihak Kejari Agam kemudian menganggap tindakan itu adalah sebuah penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp414,9 juta dengan rincian perhitungan akumulasi dari ampra gaji penjaga sekolah selama sekitar delapan tahun.
Kapuspen Kejagung yang dikonfirmasi menjelaskan, bahwa benar apa yang dilakukan pihak kepsek pertama adalah tindakan melawan hukum karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku, begitu juga pihak ASN yang menerima amanah sebagai ASN namun tidak melaksanakan tugas-tugasnya.
Namun untuk kepsek kedua dan yang sekarang, lanjut dia, adalah pihak yang meneruskan kebijakan itu dan apa yang dilakukan bisa menjadi diskresi.
Perbuatan bersama-sama atau serta merta kata dia, dilakukan oleh pihak kepsek pertama bersama ASN tersebut yang mengalihkan gajinya ke penjaga sekolah.
Namun sayangnya, berdasarkan penelusuran, pihak Kejari Agam justru membebaskan pihak ASN tersebut dari sangkaan hukum.
"Wah, kalau itu saya coba tanyakan kepimpinan nanti," kata Kapuspen Kejagung.
Kapuspen menjelaskan, bahwa sesungguhnya harus ada pemisahan antara penyalahgunaan wewenang dengan diskresi.
Kata dia, dalam UU nomor 30 tahun 2014 dijelaskan tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) dan diskresi diatur dalam satu bab khusus berisi 11 pasal (Pasal 22-32).
Seorang pejabat yang berwenang kata dia bisa melakukan diskresi jika memenuhi syarat UUAP.
Salah satu syaratnya kata dia, diskresi itu harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) dan berdasarkan alasan-alasan yang objektif.
Tidak Benar
Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Asep Ruhiyat menyatakan pandangan Kajari Agam tidak dapat dibenarkan dan justru seperti memaksakan perkara tersebut.
"Kalau dilihat dari alur perkara ini, jelas tindakan kepsek dan mantan kepsek itu adalah sebuah kebijakan. Yang namanya kebijakan karena tidak ada upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain yang bukan haknya," kata Asep.
Jelas, demikian Asep, bahwa kebijakan itu diambil oleh kepsek sebelumnya, dan diteruskan oleh kepsek berikutnya karena mereka pikir itu tidak melanggar hukum.
Dan pembayaran gaji itu, kata Asep, benar dilakukan dan tidak fiktif.
"Penjaga sekolahnya ada dan benar bekerja, artinya dia adalah orang yang berhak atas gaji tersebut. Hanya saja penyalurannya menggunakan nama orang lain dan sudah seizin orang tersebut," kata Asep.
Jelas, lanjut Asep, ini bukanlah bentuk penyalahgunaan wewenang melainkan suatu kebijakan untuk keberlanjutan sekolah tempat mereka bekerja.
Yang namanya diskresi, demikian Asep, seperti sudah dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dapat dipidanakan karena tidak ada unsur kerugian negara seperti yang disampaikan Kajari Agam sebelumnya.
"Kejari Agam terkesan gegabah dan memaksakan, dan justru mereka yang telah menyalahgunakan kewenangan sebagai penegak hukum dengan menahan orang yang tidak bersalah," kata Asep.
(Rb)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…