RIAUBOOK.COM - Rumah Pangan Kita(RPK) mengeluhkan mahalnya biaya angkut beras dari Gudang Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Pekanbaru, Riau.

"Saya menerima banyak keluhan dari sejumlah RPK, biaya angkutnya tidak logis, terlampau mahal. Kalau saya liat ini sepertinya ada permainan di Bulog," kata Tokoh Masyarakat Riau yang juga mantan Bupati Kampar 2 periode, Haji Jefry Noer, kepada pers di Pekanbaru, Senin (20/1/2025).

Untuk diketahui, RPK atau Rumah Pangan Kita adalah outlet kecil milik masyarakat yang merupakan jaringan pemasaran Perum Bulog yang dibina langsung oleh Bulog.

RPK bertujuan untuk membangkitkan usaha rakyat kecil dan juga untuk kegiatan stabilisasi harga melalui produk pangan yang dikeluarkan oleh Perum Bulog dan pelayanan voucher pangan.

Jefry mengungkap, saat ini jasa angkut atau ongkos antar beras Bulog untuk wilayah dalam Kota Pekanbaru yang berajarak kurang dari 12 kilometer mencapai Rp460 atau setara Rp2.300 per sak (berat 5kg)

"Ini sangat memberatkan masyarakat atau RPK. Bayangkan saja, harga beras per sak 5kg itu Rp56.500 ditambah beban ongkos angkut Rp2.300, jati nilai pokok beras Bulog sampai di lokasi RPK menembus Rp58.800 per sak," kata Jefry.

Dia mengungkap, bahwa sangat tidak logis biaya angkut yang hanya kurang dari 12 kilometer bisa lebih mahal ketimbang ongkos angkut barang Pekanbaru-Medan yang berjarak ratusan kilometer.

"Biaya angkut barang dari Pekanbaru ke Medan itu hanya Rp360 per kg, sementara dari Pekanbaru ke Jakarta cuma Rp560 per kg. Ini aneh bin ajaib, saya indikasikan ada permainan di Bulog Riau. Harus diungkap ini," kata dia.

Menurut Jefry, menjadi sangat janggal juga, ketika RPK malah tidak diperbolehkan mengangkut beras dengan angkutan sendiri, padahal itu jauh lebih murah.

"Tambah aneh lagi, jumlah beras juga dibatasi hanya 500 kg untuk tiap RPK. RPK juga tidak boleh mengangkut beras sendiri dari gudang. Bulog mewajibkan pengantaran dari mereka yang harganya tak masuk akal," kata dia.

Jefry menceritakan, bahwa dulu sekitar tahun 1988 sampai 1995, dirinya pernah menjadi penyalur beras Bulog dengan bendera CV. Jevari.

Saat itu kata Jefry, kuota yang dia terima dari Bulog mencapai 50 ton per hari dengan kewajiban laporan distribusi beras secara rutin.

"Dulu juga tidak sesulit sekarang. Yang mencurigakannya lagi, kalau dulu itu kita menyetor uang ke BRI dengan rekening atas nama Bulog baru kemudian Bulog mengeluarkan DO (Delivery Order).

Tapi sekarang kata dia, RPK justru menyetor uangnya langsung ke Bulog sehingga masyarakat harus mengantre berlama lama untuk mendapatkan DO.

"Saya selaku penyalur beras Bulog masa Orde Baru tentu sangat menyayangkan masalah ini, semunya dibuat berbelit-belit. Zaman sekarang sejak reformasi, malah menjadi lebih susah. Lebih enak jaman Soeharto," demikian Jefry Noer.

Pihak Perum Bulog Wilayah Riau belum menjawab konformasi terkait persoalan tersebut. (fzr)