RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Pemerintah akan menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait pemberlakuan kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II yang anggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap produk kelapa sawit Indonesia.Â
Dalam Delegated Act Red II Uni Eropa, mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi.Â
Konsekuensinya, konsumsi CPO untuk Bahan Bakar nabati (BBN) akan dibatasi pada kuota saat ini hingga 2023 mendatang.
Bahkan, konsumsi CPO untuk BBN di Uni Eropa pun akan dihapus secara bertahap hingga menjadi nol persen pada 2030 mendatang.
Untuk menangani ini, pemeritah segara menunjuk firma hukum internasional dalam pengajuan gugatan tersebut.
"Posisi saat ini, kami sudah mendapatkan firma hukum sembilan, yang sudah kami kerucutkan menjadi lima firma hukum," ujar Direktur Jendaral Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (19/6/20).Â
Namun, pihaknya masih belum membeberkan siapa saja nama-nama yang ditunjuk sebagai perwakilan RI nanti. "Bisa satu atau konsorsium tidak tahu," kata dia.
Sebelum melayangkan gugatan, firma hukum yang ditunjuk nantinya akan berkonsultasi dahulu dengan tim khusus yang menangani persiapan gugatan ke WTO, melibatkan lintas kementerian serta asosiasi sawit dalam negeri.
"Sudah dibentuk tim-nya, sudah dibentuk Surat Keputusannya mungkin segera ditandatangani bulan ini," katanya.Â
Berdasarkan konsultasi awal, gugatan sebaiknya dilayangkan setelah Delegated Act itu dipublikasi di Jurnal Uni Eropa yang terbit pada 10 Juni 2019 lalu.Â
"Mungkin tahap persiapan ke proses gugatannya itu panjang, mungkin bisa setahun atau enam bulan atau tiga bulan bergantung kesiapan kami. Law firm harus kami bekali dalam menyiapkan materi-materi," imbuh Oke.Â
Setelah gugatan didaftarkan, WTO akan memberikan waktu 1,5 tahun bagi Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa untuk melakukan konsultasi dengan satu sama lain demi menyelesaikan sengketa.Â
Apalagi, gugatan ini juga tidak terikat dengan batas waktu.
Apabila tidak ada kesepakatan, maka proses gugatan ini akan masuk ke tahapan selanjutnya, sesuai dengan ketetapan aturan perdagangan internasional.
"Mau lima tahun kemudian kami gugat bisa. Mau tiga tahun bisa tetapi kami harus siap," terangnya
Sumber: CNN Indonesia
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…