RIAUBOOK.COM - Oleh Ustad Felix Siauw
Nusantara itu orangnya lembut, halus, berhati-hati, tak mudah menyakiti, bila berbicara punya etika, tidak mudah frontal, setidaknya itulah budaya sesepuh kita dahulu, sebelum tergerus budaya tak etis.
Maka ekspresi orang-orang seringkali dituangkan dengan simbol, agar lebih monumental dan "berkata-kata" secara tak langsung. Itulah seni komunikasi, pesan yang dibungkus apik agar menarik.
Dalam dunia Nusantara, wayang dijadikan simbol atau perantara menyampaikan kisah dan nasihat Islami, hadits diselip dalam pepatah pitutur, Al-Qur'an diajar lewat tembang mocopat.
Sunan Kalijaga menjadikan lagu Gundul-Gundul Pacul sebagai bentuk kritik pada penguasa, Lagu Ilir-Ilir sebagai pengingat shalat, Tombo Ati berfungsi sebagai obat hati-hati yang gundah gulana, begitupun banyak pesan agama via motif batik.
Dahulu, batiknya bendoro beda dengan batik kawulo, bangsawan beda dengan agamawan, semua ada maknanya, semua ada kisahnya.
Simbol-simbol agama diceritakan lewat goresan lilin malam.Pernah saya diceritakan @salimafillah tentang batiknya yang dipakai khusus saat Peringatan Isra Mi'raj, diberi nama sejak dahulu "Wahyu Tumurun", dengan motif Buraq yang disamar, juga motif lain.
Dalam masa-masa dimana Islam belum bisa disampaikan secara utuh, dakwah via simbol ini sangat bermanfaat, dan saat Islam berjayapun, simbol ini jadi penanda sekaligus tanda atau syiar dakwah.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, sayap pengusaha Syarikat Islam dahulu sangat mendukung dakwah, dan usaha mereka Batik, terkenal kampung Laweyan Solo sampai sekarang.
Ada banyak tanya, mengapa saya suka mengenakan batik? Itu sebagian dari jawabannya.
Tapi menurut penikmat batik tradisional klasik, batik yang selalu saya kenakan dari @paradisebatik adalah batik bid'ah, karena mencampur yang klasik dan yang kontemporer, candanya begitu.
Tidak mengapa, selalu ada cara untuk menjaga kearifan orang masa lalu, sambil bisa mengambil kebaikan orang zaman now. Bilapun bid'ah, ini batik bid'ah hasanah, bid'ah yang baik.
Seperti falsafahnya NU "Al-Muhafadzatu 'alal qadimish shalih, wal akhdzu bil jadidil ashlah", Merawat kebaikan yang terdahulu, dan dapat menerima hal baru yang lebih baik".
*Felix Siauw adalah penulis, pengemban dakwah, bersama yang menginginkan kebangkitan Islam. Tulisan ini diambil dari akun instagram pribadinya @felixsiauw, Sabtu (20/1/2018). (RB/yopi)
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…